Mengapa Alkitab disebut Kitab Perjanjian



PERJANJIAN
Persetujuan antara dua orang atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan; kesepakatan; kontrak. Kata Ibrani berithʹ, yang tidak jelas etimologinya, muncul lebih dari 280 kali dalam Kitab-Kitab Ibrani; lebih dari 80 pemunculannya ada dalam kelima buku Musa. Makna dasar kata itu adalah ”perjanjian”, mirip dengan kata ”kontrak” dalam sistem hukum modern dewasa ini, dan hal itu nyata dari lempeng-lempeng berhuruf paku yang diketemukan pada tahun 1927 di Qatna, sebuah kota kuno non-Israel di sebelah tenggara Hamat. ”Isi kedua lempeng [di antara 15 lempeng yang ditemukan] itu sederhana. Lempeng A memuat daftar nama . . . Lempeng B adalah daftar jatah . . . Jadi, daftar A merupakan kesepakatan yang dibuat orang-orang yang berkepentingan . . . untuk menunaikan suatu pelayanan kepada seseorang atau untuk melakukan kewajiban-kewajiban tertentu. Daftar B, yang ditulis oleh penulis yang sama, selanjutnya menguraikan sifat kesepakatan tersebut; orang-orang itu bakal menerima jatah yang ditentukan sebagai imbalan jasa mereka. . . . konsep orang Israel tentang berit, ’perjanjian’, merupakan tema utama dalam teologi pengikut Yahweh. Ini adalah pemunculan pertama kata tersebut di luar Alkitab dalam terbitan masa awal—sekitar tiga puluh tahun pertama abad keempat belas SM.”—Bulletin of the American Schools of Oriental Research, Februari 1951, hlm. 22.
Dalam beberapa terjemahan Kitab-Kitab Yunani Kristen, kata di·a·theʹke secara bervariasi diterjemahkan menjadi ”perjanjian”, ”surat wasiat”, ”testamen” (testamentum, Vg). Akan tetapi, Cyclopædia karya M’Clintock dan Strong (1891) mengatakan, di bawah judul ”Covenant”, ”Namun, tampaknya kita tidak perlu memperkenalkan kata baru [selain ”perjanjian”] yang menyampaikan suatu gagasan baru. Karena Sept[uaginta] secara konsisten menerjemahkan [berithʹ] (yang tidak pernah mengandung makna surat wasiat atau testamen, tetapi selalu perjanjian atau persetujuan) menjadi [di·a·theʹke] di seluruh P.L., masuk akal untuk menganggap bahwa para penulis P.B., sewaktu menggunakan kata itu, ingin menyampaikan gagasan yang sama kepada pembaca mereka, yang kebanyakan mengenal baik P.L. Yunani. Lagi pula, pada kebanyakan kasus, apa yang disebut ’perjanjian’ (berithʹ) di P.L. juga disebut demikian di P.B. (misalnya, 2Kor. iii, 14; Ibr. vii, ix; Pny. xi, 19); sedangkan dalam konteks yang sama, kata dan hal yang sama dalam bahasa Yunani, kadang-kadang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris [di KJ] menjadi ’perjanjian’, dan kadang-kadang menjadi ’testamen’ (Ibr. vii, 22; viii, 8-13; ix, 15).”—Lihat juga Rbi8, Apendiks 7D, 7E.
Dalam buku Ibrani (Ibr 7:22; 8:6, 8, 9, 10; 9:4, 15, 16, 17, 20), sang penulis berulang-ulang menggunakan kata di·a·theʹke yang jelas-jelas memaksudkan perjanjian dalam pengertian bahasa Ibrani kuno, dan ia bahkan mengutip dari Yeremia 31:31-34 dan menunjuk kepada ”tabut perjanjian”. Sewaktu menerjemahkan ayat-ayat buku Yeremia ini, Septuaginta Yunani menggunakan di·a·theʹke untuk kata Ibrani kuno berithʹ, yang artinya ”perjanjian”. Selain itu, Ibrani 9:20 mengutip dari Keluaran 24:6-8, yang jelas-jelas berbicara tentang perjanjian.
Penerapan Kata Itu. Perjanjian selalu melibatkan dua pihak atau lebih dan bisa bersifat unilateral (hanya satu pihak yang bertanggung jawab melaksanakan syarat-syaratnya) atau bilateral (kedua belah pihak harus melaksanakan persyaratan yang digariskan). Selain perjanjian yang melibatkan Allah sebagai salah satu pihaknya, Alkitab juga mencatat perjanjian-perjanjian yang diadakan antara orang-orang, suku-suku bangsa, bangsa-bangsa, atau kelompok-kelompok tertentu. Melanggar perjanjian adalah dosa yang serius.—Yeh 17:11-20; Rm 1:31, 32.
Istilah ”perjanjian” diterapkan untuk memaksudkan suatu peraturan yang pasti, misalnya sehubungan dengan roti pertunjukan (Im 24:8), atau karya ciptaan Allah yang diatur oleh hukum-hukum-Nya, seperti pergantian siang dan malam yang tidak dapat diubah (Yer 33:20); kata itu juga digunakan secara kiasan, seperti dalam ungkapan ’perjanjian dengan Kematian’. (Yes 28:18) Yehuwa juga berbicara tentang suatu perjanjian sehubungan dengan binatang-binatang buas. (Hos 2:18) Ikatan perkawinan disebut sebagai perjanjian. (Mal 2:14) Ungkapan ”para pemilik (majikan) suatu perjanjian” mengandung makna ”teman-teman sekutu”, seperti di Kejadian 14:13.
Sebenarnya, setiap janji yang Yehuwa buat merupakan suatu perjanjian; janji itu pasti terlaksana dan kita dapat mengandalkannya dengan keyakinan akan penggenapannya. (Ibr 6:18) Suatu perjanjian berlaku selama syarat-syaratnya operatif dan salah satu atau kedua belah pihak wajib melaksanakan persyaratan tersebut. Hasil atau berkat yang dicapai oleh perjanjian itu bisa terus dinikmati, bahkan sampai selama-lamanya.
Cara-Cara Mengesahkan Perjanjian. Allah sering diminta menjadi saksi. (Kej 31:50;1Sam 20:8; Yeh 17:13, 19) Sumpah diucapkan. (Kej 31:53; 2Raj 11:4; Mz 110:4; Ibr 7:21) Adakalanya perjanjian disertai suatu tanda atau saksi, seperti hadiah (Kej 21:30), sebuah pilar atau setumpukan batu (Kej 31:44-54), atau nama yang diberikan bagi suatu tempat (Kej 21:31). Pada suatu kesempatan, Yehuwa menggunakan pelangi. (Kej 9:12-16) Salah satu cara adalah dengan membunuh binatang dan memotongnya, kemudian pihak-pihak dalam perjanjian itu lewat di antara potongan-potongan tersebut; dari kebiasaan ini muncul idiom Ibrani yang baku ’memotong perjanjian’. (Kej 15:9-11, 17, 18, Rbi8, ctk.; Yer 34:18, Rbi8, ctk., 19) Kadang-kadang, pembuatan suatu persekutuan diikuti dengan pesta. (Kej 26:28, 30) Ada juga perjamuan persekutuan, seperti setelah perjanjian Hukum dibuat. (Ob 7; Kel 24:5, 11) Pihak yang lebih tinggi bisa memberi pihak lainnya sesuatu yang dikenakannya atau senjatanya. (1Sam 18:3, 4) Di kalangan bangsa-bangsa kafir ada kebiasaan meminum darah satu sama lain atau darah yang dicampur anggur (yang merupakan pelanggaran terhadap larangan Allah bagi semua orang, di Kejadian 9:4, dan bagi Israel yang berada di bawah Hukum), dan para pembuat perjanjian mengucapkan kutukan yang paling keras atas pihak yang belakangan melanggar perjanjian itu.
Alkitab menggunakan ungkapan ”perjanjian garam” untuk memaksudkan sifat permanen dan sifat tetap suatu perjanjian. (Bil 18:19; 2Taw 13:5; Im 2:13) Di kalangan bangsa-bangsa zaman dahulu, makan garam bersama merupakan tanda persahabatan dan kesetiaan serta keloyalan yang bertahan; makan garam dengan korban-korban persekutuan melambangkan keloyalan yang kekal.
Dokumen-Dokumen Tertulis. Kesepuluh Perintah ditulis di atas batu oleh ”jari Allah” (Kel 31:18; 32:16); Yeremia menulis sebuah akta, membubuhkan meterai, dan menyertakan saksi-saksi (Yer 32:9-15); ada lempeng-lempeng tanah liat orang-orang zaman dahulu yang ditemukan, bertuliskan persyaratan kontrak. Sering kali, lempeng-lempeng ini disegel dalam amplop tanah liat.
Janji di Eden. Menurut Kejadian 3:15, Allah Yehuwa menyatakan maksud-tujuan-Nya dalam bentuk nubuat di taman Eden di hadapan Adam, Hawa, dan si ”ular”.
Tentang identitas pihak-pihak yang terlibat dalam janji dan nubuat ini: Penglihatan yang diberikan kepada rasul Yohanes, di Penyingkapan 12:9, memberi tahu kita bahwa si ”ular” adalah Setan si Iblis. Bukti menunjukkan bahwa ’benih wanita’ itu, yang sudah lama diharapkan oleh orang-orang adil-benar, pasti adalah ’benih’ Abraham, yaitu Yesus Kristus. (Gal 3:16; Mat 1:1) ’Benih’ itu akan diremukkan tumitnya oleh si ular. Yesus Kristus dibunuh, tetapi luka itu ternyata tidak permanen, karena Allah membangkitkan Yesus dari kematian. Namun, ’benih’ itu kemudian meremukkan kepala si ular, dan mengalahkannya secara permanen.
Siapakah ”wanita” yang terlibat dalam perjanjian tersebut? Pastilah bukan Hawa, karena ia telah menjadi musuh Allah. Agar dapat mengalahkan, ”meniadakan”, makhluk roh Setan si Iblis, ’benih’ itu harus berupa roh, bukan manusia. (Ibr 2:14) Sewaktu dilahirkan, Yesus adalah manusia Putra Allah, tetapi sewaktu dia dibaptis, Allah mengakui dia sebagai Putra-Nya, dengan mengirimkan roh kudus ke atasnya. Pada saat itu Yesus menjadi Putra Allah yang diperanakkan roh. (Mat 3:13-17; Yoh 3:3-5) Belakangan, pada saat kebangkitannya, ia ”dihidupkan sebagai roh”. (1Ptr 3:18) Kalau begitu, siapakah sang ”ibu”, bukan ibu Yesus sebagai bayi manusia melainkan ibu Yesus sebagai Putra Allah yang diperanakkan roh? Rasul Paulus mengatakan bahwa Abraham, Sara, Ishak, Hagar, dan Ismael memainkan peran dalam sebuah drama simbolis; dalam drama tersebut Ishak menggambarkan orang-orang yang memiliki harapan surgawi, termasuk Paulus sendiri. Selanjutnya Paulus menyatakan bahwa ”ibu” mereka adalah ”Yerusalem yang di atas”. Yesus Kristus menyebut mereka sebagai ”saudara”-nya, yang menunjukkan bahwa mereka memiliki ibu yang sama. (Ibr 2:11) Hal ini menjadi dasar untuk menyimpulkan bahwa ”wanita” yang disebutkan di Kejadian 3:15 adalah ”Yerusalem yang di atas”.—Gal 4:21-29.
Dari persyaratan dalam janji itu tersirat bahwa suatu jangka waktu harus berlalu agar si ”ular” dapat menghasilkan ’benih’ dan permusuhan dapat berkembang antara kedua ’benih’ tersebut. Kira-kira 6.000 tahun telah berlalu sejak janji itu diucapkan. Tepat sebelum Pemerintahan Seribu Tahun Kristus, si ”ular” akan dicampakkan ke dalam jurang ketidakaktifan yang tidak terduga dalamnya, dan setelah akhir seribu tahun itu ia akan dimusnahkan untuk selama-lamanya.—Pny 20:1-3, 7-10; Rm 16:20.
Perjanjian dengan Nuh. Allah Yehuwa membuat perjanjian dengan Nuh, yang mewakili keluarganya, sehubungan dengan maksud-tujuan-Nya untuk melindungi kehidupan manusia dan binatang, tetapi Ia membinasakan dunia fasik pada zaman itu. (Kej 6:17-21; 2Ptr 3:6) Nuh mempunyai beberapa putra setelah ia berusia 500 tahun. (Kej 5:32) Pada waktu Allah menyingkapkan maksud-tujuan-Nya itu kepada Nuh, putra-putranya sudah dewasa dan menikah. Nuh harus membangun bahtera dan membawa masuk istrinya, putra-putranya, dan istri putra-putranya, dan juga binatang serta makanan; Yehuwa akan melindungi makhluk-makhluk hidup di bumi, baik manusia maupun binatang. Karena Nuh dengan taat memenuhi persyaratan perjanjian itu, Yehuwa melindungi kehidupan manusia dan binatang. Perjanjian tersebut digenapi sepenuhnya pada tahun 2369 SM, setelah Air Bah, sewaktu manusia dan binatang dapat hidup lagi di bumi dan mempunyai keturunan menurut jenisnya.—Kej 8:15-17.
Perjanjian Pelangi. Perjanjian pelangi dibuat pada tahun 2369 SM, di Peg. Ararat, antara Allah Yehuwa dan semua makhluk (manusia dan binatang), yang diwakili Nuh serta keluarganya. Yehuwa menyatakan bahwa Ia tidak akan pernah lagi membinasakan semua makhluk hidup melalui air bah. Kemudian, pelangi diberikan sebagai tanda perjanjian tersebut, yang tetap berlaku selama umat manusia hidup di bumi, yaitu untuk selama-lamanya.—Kej 9:8-17; Mz 37:29.
Perjanjian dengan Abraham. Tampaknya, perjanjian dengan Abraham mulai berlaku ketika Abram (Abraham) menyeberangi S. Efrat dalam perjalanan menuju Kanaan. Perjanjian Hukum dibuat 430 tahun kemudian. (Gal 3:17) Yehuwa berbicara kepada Abraham sewaktu ia tinggal di Mesopotamia, di Ur, kota orang Khaldea, menyuruhnya untuk pergi ke negeri yang akan Allah tunjukkan kepadanya. (Kis 7:2, 3; Kej 11:31; 12:1-3) Keluaran 12:40, 41 (LXX) memberi tahu kita bahwa pada akhir masa 430 tahun mereka tinggal di Mesir dan di tanah Kanaan, ”pada hari ini juga” Israel, yang telah diperbudak di Mesir, keluar. Mereka dibebaskan dari Mesir pada tanggal 14 Nisan 1513 SM, yaitu pada hari Paskah. (Kel 12:2, 6, 7) Fakta ini tampaknya menunjukkan bahwa Abraham menyeberangi S. Efrat dalam perjalanan menuju Kanaan pada tanggal 14 Nisan 1943 SM, dan tampaknya itulah saatnya perjanjian Abraham mulai berlaku. Allah menampakkan diri lagi kepada Abraham setelah ia sampai di Syikhem dalam perjalanannya di Kanaan dan Ia memperluas janji tersebut, dengan mengatakan, ”Kepada benihmu aku akan memberikan tanah ini,” dan dengan demikian menunjukkan hubungan antara perjanjian ini dengan janji di Eden, serta menyingkapkan bahwa ’benih’ itu akan menempuh jalan kehidupan manusia, yaitu akan mempunyai silsilah manusia. (Kej 12:4-7) Perluasan-perluasan lain dari janji itu dinyatakan belakangan oleh Yehuwa, sebagaimana dicatat di Kejadian 13:14-17; 15:18; 17:2-8, 19; 22:15-18.
Janji-janji dalam perjanjian itu diteruskan kepada cucu cicit Abraham melalui Ishak (Kej 26:2-4) dan Yakub. (Kej 28:13-15; 35:11, 12) Rasul Paulus mengatakan bahwa Kristus (sebagai benih utama) dan orang-orang yang ada dalam persatuan dengan Kristus adalah ’benih’ yang sesungguhnya.—Gal 3:16, 28, 29.
Allah menyingkapkan tujuan perjanjian Abraham dan apa yang akan tercapai, dengan mengatakan bahwa melalui Abraham benih yang dijanjikan itu akan datang; benih ini akan merebut gerbang musuh-musuhnya; benih Abraham melalui Ishak akan besar jumlahnya, tidak dapat dihitung oleh orang-orang pada zaman itu; nama Abraham akan menjadi besar; benih itu akan memiliki Tanah Perjanjian; semua keluarga di bumi akan memperoleh berkat melalui benih itu. (Lihat ayat-ayat di Kejadian yang disebutkan di atas.) Semua hal ini digenapi secara harfiah, yang menjadi bayangan untuk penggenapan yang lebih besar melalui Kristus. Paulus memberikan informasi tambahan sehubungan dengan ciri simbolis dan nubuat dari persyaratan perjanjian tersebut ketika ia mengatakan bahwa Abraham, Sara, Ishak, Hagar, dan Ismael memerankan suatu drama simbolis.—Gal 4:21-31.
Perjanjian Abraham merupakan ”perjanjian sampai waktu yang tidak tertentu”. Persyaratannya mengharuskan perjanjian itu terus berlaku sampai semua musuh Allah dibinasakan dan keluarga-keluarga di bumi diberkati.—Kej 17:7; 1Kor 15:23-26.
Sewaktu membahas perjanjian Abraham dan perjanjian Hukum, Paulus menyatakan prinsip bahwa ”perantara tidak dibutuhkan jika hanya menyangkut satu orang”, dan kemudian ia menambahkan bahwa ”Allah hanya satu”. (Gal 3:20; lihat PERANTARA.) Perjanjian yang Yehuwa buat dengan Abraham bersifat unilateral. Pada kenyataannya perjanjian tersebut merupakan suatu janji, dan Yehuwa tidak mengemukakan persyaratan yang harus Abraham penuhi agar janji itu terwujud. (Gal 3:18) Jadi, tidak dibutuhkan seorang perantara. Sebaliknya, perjanjian Hukum bersifat bilateral, dibuat antara Yehuwa dan bangsa Israel, dengan Musa sebagai perantara. Orang Israel menyetujui persyaratan perjanjian itu, dengan membuat suatu janji yang khidmat untuk menaati Hukum. (Kel 24:3-8) Perjanjian yang disebutkan belakangan tidak membatalkan perjanjian Abraham.—Gal 3:17, 19.
Perjanjian Sunat. Perjanjian sunat dibuat pada tahun 1919 SM, ketika Abraham berusia 99 tahun. Yehuwa membuat perjanjian itu dengan Abraham dan benih jasmaninya; semua laki-laki dalam rumah tangganya, termasuk para budak, harus disunat; siapa pun yang menolak harus dimusnahkan dari antara bangsanya. (Kej 17:9-14) Belakangan, Allah menyatakan bahwa penduduk asing yang ingin makan paskah (orang yang ingin menjadi penyembah Yehuwa bersama Israel) harus menyunatkan laki-laki dalam rumah tangganya. (Kel 12:48, 49) Sunat menjadi seperti meterai untuk keadilbenaran yang Abraham miliki melalui iman semasa ia belum disunat serta menjadi tanda fisik hubungan perjanjian antara keturunan Abraham melalui Yakub, dan Yehuwa. (Rm 4:11, 12) Allah mengakui sunat sampai perjanjian Hukum berakhir pada tahun 33 M. (Rm 2:25-28; 1Kor 7:19; Kis 15) Sekalipun sunat jasmani dilaksanakan di bawah Hukum, Yehuwa berulang kali memperlihatkan bahwa Ia lebih mementingkan makna simbolisnya, dengan menasihati Israel agar ’bersunat pada kulit khitan hati mereka’.—Ul 10:16; Im 26:41; Yer 9:26; Kis 7:51.
Perjanjian Hukum. Perjanjian Hukum antara Yehuwa dan bangsa Israel jasmani dibuat pada bulan ketiga setelah mereka meninggalkan Mesir, pada tahun 1513 SM. (Kel 19:1) Perjanjian itu adalah perjanjian nasional. Melalui kelahirannya, putra-putra Israel berada di bawah perjanjian Hukum dan dengan demikian berada dalam hubungan khusus ini dengan Yehuwa. Hukum tersebut berbentuk kaidah tertulis, disusun secara teratur, ketetapan-ketetapannya dikelompokkan. Hukum, yang disampaikan melalui malaikat-malaikat oleh tangan seorang perantara, yakni Musa, diberlakukan atas dasar korban binatang (sebagai ganti Musa, sang perantara, atau ”pembuat perjanjian”) di G. Sinai. (Gal 3:19; Ibr 2:2; 9:16-20) Pada peristiwa itu Musa memercikkan separuh dari darah binatang-binatang yang dikorbankan di atas mezbah, kemudian ia membacakan buku perjanjian kepada bangsa itu, yang setuju untuk berlaku taat. Setelah itu ia memercikkan darah ke atas buku tersebut dan ke atas bangsa itu. (Kel 24:3-8) Di bawah Hukum, keimaman ditetapkan bagi keturunan Harun, dari keluarga Kohat dari suku Lewi. (Bil 3:1-3, 10) Jabatan imam besar diteruskan dari Harun kepada keturunannya; dari Harun kepada Eleazar, dari Eleazar kepada Pinehas, dan seterusnya.—Bil 20:25-28; Yos 24:33; Hak 20:27, 28.
Menurut persyaratan perjanjian Hukum, apabila orang Israel berpegang pada perjanjian itu mereka akan menjadi suatu umat bagi nama Yehuwa, suatu kerajaan imam serta bangsa yang kudus dan akan Ia berkati (Kel 19:5, 6; Ul 28:1-14); apabila mereka melanggar perjanjian tersebut, mereka akan terkena kutuk. (Ul 28:15-68) Tujuan Hukum adalah: untuk membuat pelanggaran menjadi nyata (Gal 3:19); untuk membimbing orang Yahudi kepada Kristus (Gal 3:24); untuk menjadi bayangan bagi perkara-perkara baik yang akan datang (Ibr 10:1; Kol 2:17); untuk melindungi orang Yahudi dari agama kafir, yaitu agama palsu, dan memelihara ibadat sejati kepada Yehuwa; untuk melindungi garis keturunan benih yang dijanjikan. Dengan perantaraan perjanjian ini, yang merupakan tambahan kepada perjanjian dengan Abraham (Gal 3:17-19), bangsa dari benih jasmani Abraham melalui Ishak dan Yakub diorganisasi.
Perjanjian Hukum juga memberikan manfaat-manfaatnya kepada orang-orang lain yang bukan Israel jasmani, karena dengan disunat mereka dapat menjadi proselit dan dapat menerima banyak dari manfaat-manfaat Hukum tersebut.—Kel 12:48, 49.
Bagaimana perjanjian Hukum menjadi ”usang”?
Namun, perjanjian Hukum dapat dikatakan menjadi ”usang” sewaktu Allah memberitahukan melalui nabi Yeremia bahwa akan ada suatu perjanjian baru. (Yer 31:31-34; Ibr 8:13) Pada tahun 33 M, perjanjian Hukum dibatalkan atas dasar kematian Kristus di tiang siksaan (Kol 2:14) dan digantikan oleh perjanjian baru.—Ibr 7:12; 9:15; Kis 2:1-4.
Perjanjian dengan Suku Lewi. Yehuwa membuat suatu perjanjian dengan suku Lewi; seluruh suku itu dipisahkan untuk mengorganisasi dinas di tabernakel, termasuk keimaman. Peristiwa ini terjadi di Padang Belantara Sinai, pada tahun 1512 SM. (Kel 40:2, 12-16; Mal 2:4) Harun dan putra-putranya, dari keluarga Kohat, harus melayani sebagai imam, selebihnya dari keluarga-keluarga Lewi harus menjalankan tugas-tugas lain seperti mendirikan tabernakel, memindahkannya, dan lain-lain. (Bil 3:6-13;psl. 4) Belakangan, mereka juga berdinas di bait. (1Taw 23) Upacara pelantikan untuk para imam dilakukan pada tanggal 1-7 Nisan 1512 SM, dan mereka mulai berdinas pada tanggal 8 Nisan. (Im psl. 8, 9) Orang Lewi tidak mempunyai milik pusaka di Tanah Perjanjian, tetapi menerima sepersepuluhan dari suku-suku lain, dan memiliki kota-kota enklave untuk tempat mereka tinggal. (Bil 18:23, 24; Yos 21:41) Mengingat gairah Pinehas akan pengabdian yang eksklusif kepada Yehuwa, Allah membuat perjanjian damai dengan dia, suatu perjanjian untuk keimaman sampai waktu yang tidak tertentu bagi dia dan keturunannya. (Bil 25:10-13) Perjanjian dengan Lewi terus berlaku sampai berakhirnya perjanjian Hukum.—Ibr 7:12.
Perjanjian dengan Israel di Moab. Persis sebelum Israel memasuki Tanah Perjanjian, pada tahun 1473 SM, Yehuwa membuat suatu perjanjian dengan Israel jasmani di Moab. (Ul 29:1; 1:3) Di sini, sebagian besar dari Hukum itu dinyatakan kembali dan dijelaskan oleh Musa. Tujuan perjanjian itu adalah untuk menganjurkan kesetiaan kepada Yehuwa dan untuk membuat penyesuaian serta menetapkan beberapa hukum yang diperlukan orang Israel sewaktu mereka tidak lagi hidup berpindah-pindah tetapi mulai menetap di negeri itu. (Ul 5:1, 2, 32, 33; 6:1; bdk. Im 17:3-5 dengan Ul 12:15, 21.) Perjanjian ini berakhir dengan dihapusnya perjanjian Hukum, karena perjanjian ini merupakan bagian integral dari Hukum.
Perjanjian dengan Raja Daud. Perjanjian dengan Daud dibuat pada masa pemerintahan Daud di Yerusalem (1070-1038 SM); pihak-pihaknya adalah Yehuwa dan Daud yang mewakili keluarganya. (2Sam 7:11-16) Menurut persyaratan perjanjian ini, seorang anak lelaki dari garis keturunan Daud akan memiliki takhta untuk selama-lamanya dan akan membangun rumah bagi nama Yehuwa. Tujuan Allah membuat perjanjian ini adalah untuk menyediakan dinasti raja bagi orang Yahudi; untuk memberikan kepada Yesus, sebagai pewaris Daud, hak yang sah guna menduduki takhta Daud, ”takhta Yehuwa” (1Taw 29:23; Luk 1:32); serta untuk memberikan kepada Yesus identitas sebagai sang Mesias. (Yeh 21:25-27; Mat 1:6-16;Luk 3:23-31) Perjanjian ini tidak mencakup keimaman; imam-imam Lewi melayani bersama-sama dengan raja-raja dari garis keturunan Daud; di bawah Hukum, jabatan imam sama sekali terpisah dari jabatan raja. Karena Yehuwa mengakui jabatan raja dari garis keturunan Daud ini dan bekerja melaluinya untuk selama-lamanya, durasi perjanjian itu bersifat abadi.—Yes 9:7; 2Ptr 1:11.
Perjanjian untuk Menjadi Imam seperti Melkhizedek. Perjanjian ini dinyatakan di Mazmur 110:4, dan sang penulis buku Ibrani dalam Alkitab menerapkannya kepada Kristus di Ibrani 7:1-3, 15-17. Perjanjian itu dibuat oleh Yehuwa hanya dengan Yesus Kristus. Tampaknya, Yesus menunjuk kepada perjanjian tersebut ketika ia membuat perjanjian dengan para pengikutnya untuk suatu kerajaan. (Luk 22:29) Berdasarkan sumpah Yehuwa, Yesus Kristus, Putra surgawi Allah, akan menjadi imam menurut peraturan Melkhizedek. Melkhizedek adalah raja dan imam Allah di bumi. Yesus Kristus akan memegang dua jabatan, sebagai Raja dan Imam Besar, bukan di bumi, melainkan di surga. Setelah kenaikannya ke surga, ia secara permanen dilantik untuk jabatan tersebut. (Ibr 6:20; 7:26, 28; 8:1) Perjanjian itu berlaku untuk selama-lamanya, karena Yesus di bawah bimbingan Yehuwa akan bertindak sebagai Raja dan Imam Besar untuk selama-lamanya.—Ibr 7:3.
Perjanjian Baru. Yehuwa menubuatkan perjanjian baru melalui nabi Yeremia pada abad ketujuh SM, dengan menyatakan bahwa perjanjian baru itu tidak akan seperti perjanjian Hukum, yang telah dilanggar Israel. (Yer 31:31-34) Pada malam sebelum kematiannya, tanggal 14 Nisan 33 M, ketika ia menetapkan perayaan Perjamuan Malam Tuan, Yesus Kristus mengumumkan perjanjian baru, yang akan disahkan atas dasar korbannya. (Luk 22:20) Pada hari ke-50 sejak kebangkitannya dan 10 hari setelah ia naik ke surga kepada Bapaknya, ia mencurahkan roh kudus, yang ia terima dari Yehuwa, ke atas para muridnya yang berkumpul di kamar atas di Yerusalem.—Kis 2:1-4, 17, 33; 2Kor 3:6, 8, 9; Ibr 2:3, 4.
Pihak-pihak dalam perjanjian baru adalah Yehuwa dan ”Israel milik Allah”, yakni orang-orang yang diperanakkan oleh roh dalam persatuan dengan Kristus, yang membentuk sidang atau tubuhnya. (Ibr 8:10; 12:22-24; Gal 6:15, 16; 3:26-28; Rm 2:28, 29) Perjanjian baru diberlakukan atas dasar darah (korban kehidupan manusia) Yesus Kristus yang dicurahkan, yang nilainya dipersembahkan kepada Yehuwa setelah kenaikan Yesus ke surga. (Mat 26:28) Ketika seseorang dipilih oleh Allah untuk panggilan surgawi (Ibr 3:1), Allah mengikutsertakan orang itu ke dalam perjanjian-Nya melalui korban Kristus. (Mz 50:5; Ibr 9:14, 15, 26) Yesus Kristus adalah sang Perantara perjanjian baru (Ibr 8:6; 9:15) dan adalah Benih Abraham yang utama. (Gal 3:16) Melalui peranan Yesus sebagai perantara perjanjian baru, ia membantu orang-orang dalam perjanjian tersebut untuk menjadi bagian dari benih Abraham yang sesungguhnya (Ibr 2:16; Gal 3:29) melalui pengampunan dosa-dosa mereka. Yehuwa menyatakan mereka adil-benar.—Rm 5:1, 2; 8:33; Ibr 10:16, 17.
Saudara-saudara Kristus yang terurap dan diperanakkan roh ini menjadi imam-imam bawahan sang Imam Besar, menjadi ”keimaman kerajaan”. (1Ptr 2:9; Pny 5:9, 10; 20:6) Mereka ini melakukan tugas keimaman, suatu ”dinas kepada umum” (Flp 2:17), dan disebut ”pelayan dari suatu perjanjian baru”. (2Kor 3:6) Orang-orang yang terpanggil ini harus mengikuti langkah-langkah Kristus dengan saksama dan setia, sampai mereka menyerahkan kehidupan mereka kepada kematian; kemudian Yehuwa akan menjadikan mereka suatu kerajaan imam, dengan membuat mereka sebagai pihak yang turut menerima kodrat ilahi, dan akan memberi mereka pahala berupa peri tidak berkematian dan ketidakfanaan sebagai sesama ahli waris bersama Kristus di surga. (1Ptr 2:21; Rm 6:3, 4; 1Kor 15:53; 1Ptr 1:4; 2Ptr 1:4) Tujuan perjanjian ini adalah untuk mengambil suatu umat bagi nama Yehuwa sebagai bagian dari ’benih’ Abraham. (Kis 15:14) Mereka menjadi ”pengantin perempuan” Kristus, dan adalah kelompok yang Kristus ikut sertakan dalam perjanjian untuk Kerajaan itu, untuk memerintah bersama dia. (Yoh 3:29; 2Kor 11:2; Pny 21:9; Luk 22:29; Pny 1:4-6; 5:9, 10;20:6) Tujuan perjanjian baru mengharuskan perjanjian itu terus berlaku sampai seluruh golongan ”Israel milik Allah” dibangkitkan untuk memiliki peri tidak berkematian di surga.
Manfaat dari terlaksananya tujuan perjanjian itu akan bertahan selamanya, dengan begitu perjanjian itu bisa disebut sebagai ”perjanjian yang abadi”—Ibr 13:20.
Perjanjian Yesus dengan para Pengikutnya. Pada malam 14 Nisan tahun 33 M, setelah merayakan Perjamuan Malam Tuan, Yesus membuat perjanjian ini dengan rasul-rasulnya yang setia. Kepada ke-11 rasul yang setia ia berjanji bahwa mereka akan duduk di atas takhta. (Luk 22:28-30; bdk. 2Tim 2:12.) Belakangan, ia memperlihatkan bahwa perjanjian ini diperluas kepada semua ’pemenang’ yang diperanakkan roh. (Pny 3:21; lihat juga Pny 1:4-6; 5:9, 10; 20:6.) Pada hari Pentakosta ia mulai memberlakukan perjanjian itu atas mereka, dengan mengurapi murid-murid yang hadir di kamar atas di Yerusalem dengan roh kudus. (Kis 2:1-4, 33) Orang-orang yang berpaut kepadanya melalui berbagai pencobaan dan mati menurut jenis kematiannya (Flp 3:10; Kol 1:24), akan memerintah bersamanya dan ambil bagian dalam kuasa Kerajaannya. Perjanjian itu tetap berlaku antara Yesus Kristus dan rekan-rekan raja ini untuk selama-lamanya.—Pny 22:5.
Berbagai Perjanjian Lain. (a) Antara Yosua serta para pemimpin Israel dan penduduk kota Gibeon untuk membiarkan mereka hidup. Mereka memang adalah orang Kanaan yang terkutuk dan harus dibinasakan oleh orang Israel, tetapi suatu perjanjian dianggap sedemikian mengikat sehingga orang Gibeon dibiarkan hidup sekalipun kutukan tersebut dilaksanakan dengan mempekerjakan mereka sebagai pengumpul kayu dan penimba air bagi himpunan orang Israel. (Yos 9:15, 16, 23-27) (b) Antara Yosua dan Israel untuk melayani Yehuwa. (Yos 24:25, 26) (c) Antara para tua-tua Gilead dan Yefta di Mizpa untuk menjadikannya kepala atas penduduk Gilead apabila Yehuwa memberi dia kemenangan atas orang Ammon. (Hak 11:8-11) (d) Antara Yonatan dan Daud. (1Sam 18:3; 23:18) (e) Antara imam Yehoyada dan para kepala atas para pengawal pribadi berkebangsaan Karia serta kepala para pelari. (2Raj 11:4; 2Taw 23:1-3) (f) Antara Israel dan Yehuwa untuk mengusir istri-istri asing. (Ezr 10:3) (g) Janji Yehuwa untuk memberikan hamba-Nya sebagai suatu perjanjian bagi bangsa itu. (Yes 42:6; 49:8) (h) Antara Daud dan semua tua-tua Israel, di Hebron. (1Taw 11:3) (i) Perjanjian bangsa itu, semasa pemerintahan Asa, untuk mencari Yehuwa dengan segenap hati dan jiwa. (2Taw 15:12) (j) Antara Yosia dan Yehuwa untuk menjalankan perintah-perintah Yehuwa, menurut Hukum. (2Taw 34:31) (k) Karena ”para pembual” yang memerintah Yerusalem telah mengadakan ”perjanjian dengan Kematian”, mereka secara keliru menyangka bahwa mereka dalam keadaan aman.—Yes 28:14, 15, 18.



Source : https://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/1200001054






Post a Comment

Previous Post Next Post