Latest News

Featured
Featured

Gallery

Technology

Video

Games

Recent Posts

Wednesday, February 13, 2019

Membayangkan kehidupan beragama yang kandas di masa depan seperti dalam film Star Trek


Diceritakan ada suatu keluarga sedang menonton salah satu seri dari film Star Trek. Setelah lama mengamati si anak lalu bertanya:
"Ayah, mengapa di film ini tidak diceritakan kehidupan beragama, seperti adanya adegan doa atau yang lainnya?"
Ayahnya menjawab:
"Karena film ini terjadi di masa depan"
Star Trek memang hanya sebuah film berlatar fiksi ilmiah. Penggarapannya yang apik membuat film ini banyak disukai orang. Bahkan kini ada istilah fisika Star Trek atau juga bahasa Klingon yang diambil atau diinspirasi dari film Star Trek.

Pencetus Star Trek sendiri, Gene Roddenberry, adalah seorang ateis, sehingga seperti dituliskan oleh Bernd Schneider bahwa "Star Trek's takes on religious topics are often critical, and they almost routinely close with a victory of science over faith". Pantaslah bila agama dipandang secara kritis dalam film ini dan sains dianggap sebagai fanglima mengungguli iman.
Saya bukan ahli ramal dan belum pernah nganjang ka pageto (bertamu ke masa depan). Kita hanya bisa membuat prediksi berdasarkan kondisi-kondisi kekinian yang bisa jadi prediksi tersebut benar atau juga salah.
Membayangkan kehidupan beragama yang kandas di masa depan seperti dalam film Star Trek adalah sah-sah saja. Bukan pula suatu bentuk kecemasan. Bisa jadi akan membuka peluang menghadirkan pemahaman agama dalam perspektif modern, sambil mengingat pengaruh opini yang sekarang datang dari segenap penjuru.
Para pemikir dunia sudah lama mengkaji masalah ini, Bertrand Russell, dalam salah satu kesimpulan di bukunya Religion and Science, menyatakan bahwa agama kini tidak lagi mempunyai pengaruh sebesar beberapa abad lalu. Russell menyatakan bahwa doktrin agama yang dulu dianggap sebagai kebenaran mutlak, yang mesti dipercaya apa adanya, seiring dengan perkembangan sains, sekarang menjadi tidak esensial lagi.
Banyak fenomena alam yang dulu dijawab oleh agama secara absurd, kini fenomena tersebut bisa dijelaskan oleh sains secara lebih detil. Dulu segala sesuatu yang tidak dijangkau oleh pengetahuan manusia, selalu disandarkan jawabannya pada doktrin-doktrin agama, kini sainslah yang menjadi panglima. Walau masih terbatas, sains terus berkembang untuk memenuhi kehausan hasrat manusia akan pengetahuan melalui aneka tanya.
Selain itu, agama di samping dianggap tidak kompatibel dengan sains masa kini, tak jarang dituding sebagai biang onar. AN. Wilson-seorang ilmuwan sekuler--dalam buku Against Religion: Why We Should Try to Live without It menulis :
-(Karl) Mark menggambarkan bahwa agama adalah candu rakyat, tetapi sesungguhnya agama jauh lebih berbahaya dari candu. Agama tidak membuat orang tertidur. Agama mendorong manusia saling menganiaya di antara sesamanya, untuk mengagungkan perasaan dan pendapat mereka sendiri atas perasaan dan pendapat orang lain, untuk mengklaim diri mereka sendiri sebagai pemilik kebenaran.
Bagi orang beragama, tentu saja pendapat ini sangat berlebihan. Sisi baiknya, kita bisa menjadikannya alat koreksi atau instrospeksi bagi kita yang beragama. Sudah benarkah perilaku beragama kita? Sudahkah kita kaum beragama menjadi rakhmat bagi semesta atau baru sebatas rakhmat bagi kelompok atau diri sendiri saja?
Sekali lagi, kritikan ini bisa jadi alat bagi kita untuk merenung, benarkah asumsi-asumsi mereka itu? Sebelum ajal menjemput masih ada waktu untuk melakukan koreksi diri dan perbaikan diri.
Jadi, seperti apa agama yang akan eksis di masa depan? Agama masa depan adalah agama yang mampu menjadi pemecah masalah (problem solver) bukan pembuat masalah (problem maker). Agama masa depan adalah agama yang menentramkan bukan yang menggelisahkan. Agama masa depan adalah agama yang menghadirkan kenyamanan bukan yang menimbulkan konflik.
Agama masa depan adalah agama yang sudah melucuti dirinya dari anasir-anasir kekerasan, diskriminasi, dan kebencian. Agama masa depan adalah agama yang menumbuhkan sikap saling menghormati, menghargai, dan toleransi dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejarah manusia telah mencatat bahwa konsep tuhan datang dan pergi, ajaran agama juga datang dan pergi. Kita bisa mengamatinya secara jelas tanpa perlu alat bantu apapun. Lihatlah, manusianya tetap, kita-kita ini. Agama ada untuk melayani manusia bukan manusia ada untuk melayani agama.
Dengan sangat menyesal, agama yang tidak mengikuti perkembangan kemajuan budaya manusia akan secara perlahan dikirim ke museum, kemudian jadi pajangan yang hanya bisa dilihat dan dinikmati keantikannya, tanpa bisa dipegang apalagi dipeluk..
https://informasi135.blogspot.com/2017/12/agama-di-masa-depan.html

Monday, June 4, 2018

Diskusi Tentang Penamaan Allah Dalam Alkitab


Jawaban Alkitab
Yehuwa adalah satu-satunya Allah yang benar dalam Alkitab. Dia adalah Pencipta segala sesuatu. (Penyingkapan 4:11) Yehuwa adalah Allah yang disembah nabi Abraham, nabi Musa, dan juga Yesus. (Kejadian 24:27; Keluaran 15:1, 2; Yohanes 20:17) Dia bukan Allah bangsa tertentu saja, tapi Allah semua orang di ”seluruh bumi”.—Mazmur 47:2.

Yehuwa adalah nama yang hanya dimiliki oleh Allah, seperti disebutkan dalam Alkitab. (Keluaran 3:15; Mazmur 83:18) Nama itu berasal dari kata kerja Ibrani yang artinya ”menjadi”. Banyak ahli berpendapat bahwa nama ini berarti ”Ia Menyebabkan Menjadi”. Arti nama ini sangat cocok karena Yehuwa adalah Pencipta, dan Dia selalu menepati janji-janji-Nya. (Yesaya 55:10, 11) Alkitab juga membantu kita mengenal seperti apa Yehuwa itu, khususnya bagaimana Dia menunjukkan kasih, sifat-Nya yang paling utama.—Keluaran 34:5-7; Lukas 6:35; 1 Yohanes 4:8.

Nama ”Yehuwa” adalah terjemahan bahasa Indonesia dari nama Allah dalam bahasa Ibrani, yaitu empat huruf יהוה (YHWH), yang disebut Tetragramaton. Bagaimana persisnya pengucapan nama ini dalam bahasa Ibrani kuno tidak diketahui. Tapi, nama ini telah lama dipakai dalam bahasa Indonesia.

Mengapa pengucapan nama Allah dalam bahasa Ibrani kuno tidak diketahui?
Dalam bahasa Ibrani kuno, kata-kata hanya ditulis dengan huruf mati, tanpa huruf hidup. Saat membaca, orang Ibrani akan langsung tahu huruf hidup apa yang cocok dipakai. Tapi, setelah Kitab-Kitab Ibrani (”Perjanjian Lama”) selesai ditulis, sebagian orang Yahudi memercayai takhayul bahwa nama Allah tidak boleh diucapkan. Jadi, ketika ayat yang memuat nama Allah dibaca dengan bersuara, mereka menggantinya dengan ”Tuhan” atau ”Allah”. Lama-kelamaan, takhayul ini menyebar sehingga pengucapan asli dari nama Allah tidak lagi diketahui. *

Ada yang merasa bahwa pengucapan asli nama Allah adalah ”Yahweh”. Yang lainnya punya pendapat yang berbeda-beda. Dalam Gulungan Laut Mati yang berisi sebagian buku Imamat dalam bahasa Yunani, nama Allah diterjemahkan menjadi Iao. Para penulis Yunani zaman dulu mengatakan bahwa nama Allah diucapkan sebagai Iae, I·a·beʹ, dan I·a·ou·eʹ. Tapi, bukti menunjukkan bahwa tidak satu pun dari pengucapan ini digunakan dalam bahasa Ibrani kuno. *

Pendapat yang Keliru tentang Nama Allah dalam Alkitab
Pendapat yang Keliru: Beberapa penerjemah menambahkan sendiri nama ”Yehuwa” dalam Alkitab.

Faktanya: Nama Allah dalam Tetragramaton Ibrani muncul sekitar 7.000 kali dalam Alkitab. * Beberapa penerjemah dengan seenaknya mengganti nama Allah dengan kata ”Tuhan” atau yang lainnya.

Pendapat yang Keliru: Allah yang Mahakuasa tidak perlu punya nama.

Faktanya: Allah sendiri mengilhami para penulis Alkitab untuk menggunakan nama-Nya ribuan kali. Dia juga meminta para penyembah-Nya untuk menggunakan nama-Nya. (Yesaya 42:8; Yoel 2:32; Maleakhi 3:16; Roma 10:13) Malah, Allah mengecam tindakan para nabi palsu yang berniat membuat orang-orang melupakan nama-Nya.​—Yeremia 23:27.

Pendapat yang Keliru: Sesuai dengan tradisi Yahudi, nama Allah harus dihapus dari Alkitab.

Faktanya: Beberapa penulis Yahudi memang tidak mau mengucapkan nama Allah. Tapi, mereka tidak menghapusnya dari Alkitab mereka. Yang terpenting, ingatlah bahwa Allah tidak mau kita mengikuti kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran-Nya.—Matius 15:1-3.

Pendapat yang Keliru: Nama Allah tidak boleh digunakan dalam Alkitab karena pengucapan aslinya dalam bahasa Ibrani tidak diketahui.

Faktanya: Orang yang beranggapan seperti ini berpendapat bahwa Allah ingin nama-Nya diucapkan dengan cara yang sama dalam setiap bahasa. Tapi, Alkitab menunjukkan bahwa hamba-hamba Allah pada zaman dulu mengucapkan nama-nama dengan cara yang berbeda, sesuai dengan bahasa mereka.

Contohnya adalah nama hakim Israel, Yosua. Orang Kristen abad pertama yang berbahasa Ibrani mengucapkan nama ini Yehoh·shuʹaʽ, tapi mereka yang berbahasa Yunani menyebutnya I·e·sousʹ. Alkitab mencatat bentuk bahasa Yunani dari nama Ibrani Yosua. Ini membuktikan bahwa orang Kristen abad pertama bersikap masuk akal dengan menggunakan nama yang umum dalam bahasa mereka.—Kisah 7:45; Ibrani 4:8.

Sama halnya dengan nama Allah. Nama itu tidak bisa diucapkan dengan cara yang sama dalam setiap bahasa. Tapi yang jauh lebih penting, nama itu tetap ada dalam Alkitab dan tidak dihilangkan sama sekali.

Mengapa Alkitab disebut Kitab Perjanjian



PERJANJIAN
Persetujuan antara dua orang atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan; kesepakatan; kontrak. Kata Ibrani berithʹ, yang tidak jelas etimologinya, muncul lebih dari 280 kali dalam Kitab-Kitab Ibrani; lebih dari 80 pemunculannya ada dalam kelima buku Musa. Makna dasar kata itu adalah ”perjanjian”, mirip dengan kata ”kontrak” dalam sistem hukum modern dewasa ini, dan hal itu nyata dari lempeng-lempeng berhuruf paku yang diketemukan pada tahun 1927 di Qatna, sebuah kota kuno non-Israel di sebelah tenggara Hamat. ”Isi kedua lempeng [di antara 15 lempeng yang ditemukan] itu sederhana. Lempeng A memuat daftar nama . . . Lempeng B adalah daftar jatah . . . Jadi, daftar A merupakan kesepakatan yang dibuat orang-orang yang berkepentingan . . . untuk menunaikan suatu pelayanan kepada seseorang atau untuk melakukan kewajiban-kewajiban tertentu. Daftar B, yang ditulis oleh penulis yang sama, selanjutnya menguraikan sifat kesepakatan tersebut; orang-orang itu bakal menerima jatah yang ditentukan sebagai imbalan jasa mereka. . . . konsep orang Israel tentang berit, ’perjanjian’, merupakan tema utama dalam teologi pengikut Yahweh. Ini adalah pemunculan pertama kata tersebut di luar Alkitab dalam terbitan masa awal—sekitar tiga puluh tahun pertama abad keempat belas SM.”—Bulletin of the American Schools of Oriental Research, Februari 1951, hlm. 22.
Dalam beberapa terjemahan Kitab-Kitab Yunani Kristen, kata di·a·theʹke secara bervariasi diterjemahkan menjadi ”perjanjian”, ”surat wasiat”, ”testamen” (testamentum, Vg). Akan tetapi, Cyclopædia karya M’Clintock dan Strong (1891) mengatakan, di bawah judul ”Covenant”, ”Namun, tampaknya kita tidak perlu memperkenalkan kata baru [selain ”perjanjian”] yang menyampaikan suatu gagasan baru. Karena Sept[uaginta] secara konsisten menerjemahkan [berithʹ] (yang tidak pernah mengandung makna surat wasiat atau testamen, tetapi selalu perjanjian atau persetujuan) menjadi [di·a·theʹke] di seluruh P.L., masuk akal untuk menganggap bahwa para penulis P.B., sewaktu menggunakan kata itu, ingin menyampaikan gagasan yang sama kepada pembaca mereka, yang kebanyakan mengenal baik P.L. Yunani. Lagi pula, pada kebanyakan kasus, apa yang disebut ’perjanjian’ (berithʹ) di P.L. juga disebut demikian di P.B. (misalnya, 2Kor. iii, 14; Ibr. vii, ix; Pny. xi, 19); sedangkan dalam konteks yang sama, kata dan hal yang sama dalam bahasa Yunani, kadang-kadang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris [di KJ] menjadi ’perjanjian’, dan kadang-kadang menjadi ’testamen’ (Ibr. vii, 22; viii, 8-13; ix, 15).”—Lihat juga Rbi8, Apendiks 7D, 7E.
Dalam buku Ibrani (Ibr 7:22; 8:6, 8, 9, 10; 9:4, 15, 16, 17, 20), sang penulis berulang-ulang menggunakan kata di·a·theʹke yang jelas-jelas memaksudkan perjanjian dalam pengertian bahasa Ibrani kuno, dan ia bahkan mengutip dari Yeremia 31:31-34 dan menunjuk kepada ”tabut perjanjian”. Sewaktu menerjemahkan ayat-ayat buku Yeremia ini, Septuaginta Yunani menggunakan di·a·theʹke untuk kata Ibrani kuno berithʹ, yang artinya ”perjanjian”. Selain itu, Ibrani 9:20 mengutip dari Keluaran 24:6-8, yang jelas-jelas berbicara tentang perjanjian.
Penerapan Kata Itu. Perjanjian selalu melibatkan dua pihak atau lebih dan bisa bersifat unilateral (hanya satu pihak yang bertanggung jawab melaksanakan syarat-syaratnya) atau bilateral (kedua belah pihak harus melaksanakan persyaratan yang digariskan). Selain perjanjian yang melibatkan Allah sebagai salah satu pihaknya, Alkitab juga mencatat perjanjian-perjanjian yang diadakan antara orang-orang, suku-suku bangsa, bangsa-bangsa, atau kelompok-kelompok tertentu. Melanggar perjanjian adalah dosa yang serius.—Yeh 17:11-20; Rm 1:31, 32.
Istilah ”perjanjian” diterapkan untuk memaksudkan suatu peraturan yang pasti, misalnya sehubungan dengan roti pertunjukan (Im 24:8), atau karya ciptaan Allah yang diatur oleh hukum-hukum-Nya, seperti pergantian siang dan malam yang tidak dapat diubah (Yer 33:20); kata itu juga digunakan secara kiasan, seperti dalam ungkapan ’perjanjian dengan Kematian’. (Yes 28:18) Yehuwa juga berbicara tentang suatu perjanjian sehubungan dengan binatang-binatang buas. (Hos 2:18) Ikatan perkawinan disebut sebagai perjanjian. (Mal 2:14) Ungkapan ”para pemilik (majikan) suatu perjanjian” mengandung makna ”teman-teman sekutu”, seperti di Kejadian 14:13.
Sebenarnya, setiap janji yang Yehuwa buat merupakan suatu perjanjian; janji itu pasti terlaksana dan kita dapat mengandalkannya dengan keyakinan akan penggenapannya. (Ibr 6:18) Suatu perjanjian berlaku selama syarat-syaratnya operatif dan salah satu atau kedua belah pihak wajib melaksanakan persyaratan tersebut. Hasil atau berkat yang dicapai oleh perjanjian itu bisa terus dinikmati, bahkan sampai selama-lamanya.
Cara-Cara Mengesahkan Perjanjian. Allah sering diminta menjadi saksi. (Kej 31:50;1Sam 20:8; Yeh 17:13, 19) Sumpah diucapkan. (Kej 31:53; 2Raj 11:4; Mz 110:4; Ibr 7:21) Adakalanya perjanjian disertai suatu tanda atau saksi, seperti hadiah (Kej 21:30), sebuah pilar atau setumpukan batu (Kej 31:44-54), atau nama yang diberikan bagi suatu tempat (Kej 21:31). Pada suatu kesempatan, Yehuwa menggunakan pelangi. (Kej 9:12-16) Salah satu cara adalah dengan membunuh binatang dan memotongnya, kemudian pihak-pihak dalam perjanjian itu lewat di antara potongan-potongan tersebut; dari kebiasaan ini muncul idiom Ibrani yang baku ’memotong perjanjian’. (Kej 15:9-11, 17, 18, Rbi8, ctk.; Yer 34:18, Rbi8, ctk., 19) Kadang-kadang, pembuatan suatu persekutuan diikuti dengan pesta. (Kej 26:28, 30) Ada juga perjamuan persekutuan, seperti setelah perjanjian Hukum dibuat. (Ob 7; Kel 24:5, 11) Pihak yang lebih tinggi bisa memberi pihak lainnya sesuatu yang dikenakannya atau senjatanya. (1Sam 18:3, 4) Di kalangan bangsa-bangsa kafir ada kebiasaan meminum darah satu sama lain atau darah yang dicampur anggur (yang merupakan pelanggaran terhadap larangan Allah bagi semua orang, di Kejadian 9:4, dan bagi Israel yang berada di bawah Hukum), dan para pembuat perjanjian mengucapkan kutukan yang paling keras atas pihak yang belakangan melanggar perjanjian itu.
Alkitab menggunakan ungkapan ”perjanjian garam” untuk memaksudkan sifat permanen dan sifat tetap suatu perjanjian. (Bil 18:19; 2Taw 13:5; Im 2:13) Di kalangan bangsa-bangsa zaman dahulu, makan garam bersama merupakan tanda persahabatan dan kesetiaan serta keloyalan yang bertahan; makan garam dengan korban-korban persekutuan melambangkan keloyalan yang kekal.
Dokumen-Dokumen Tertulis. Kesepuluh Perintah ditulis di atas batu oleh ”jari Allah” (Kel 31:18; 32:16); Yeremia menulis sebuah akta, membubuhkan meterai, dan menyertakan saksi-saksi (Yer 32:9-15); ada lempeng-lempeng tanah liat orang-orang zaman dahulu yang ditemukan, bertuliskan persyaratan kontrak. Sering kali, lempeng-lempeng ini disegel dalam amplop tanah liat.
Janji di Eden. Menurut Kejadian 3:15, Allah Yehuwa menyatakan maksud-tujuan-Nya dalam bentuk nubuat di taman Eden di hadapan Adam, Hawa, dan si ”ular”.
Tentang identitas pihak-pihak yang terlibat dalam janji dan nubuat ini: Penglihatan yang diberikan kepada rasul Yohanes, di Penyingkapan 12:9, memberi tahu kita bahwa si ”ular” adalah Setan si Iblis. Bukti menunjukkan bahwa ’benih wanita’ itu, yang sudah lama diharapkan oleh orang-orang adil-benar, pasti adalah ’benih’ Abraham, yaitu Yesus Kristus. (Gal 3:16; Mat 1:1) ’Benih’ itu akan diremukkan tumitnya oleh si ular. Yesus Kristus dibunuh, tetapi luka itu ternyata tidak permanen, karena Allah membangkitkan Yesus dari kematian. Namun, ’benih’ itu kemudian meremukkan kepala si ular, dan mengalahkannya secara permanen.
Siapakah ”wanita” yang terlibat dalam perjanjian tersebut? Pastilah bukan Hawa, karena ia telah menjadi musuh Allah. Agar dapat mengalahkan, ”meniadakan”, makhluk roh Setan si Iblis, ’benih’ itu harus berupa roh, bukan manusia. (Ibr 2:14) Sewaktu dilahirkan, Yesus adalah manusia Putra Allah, tetapi sewaktu dia dibaptis, Allah mengakui dia sebagai Putra-Nya, dengan mengirimkan roh kudus ke atasnya. Pada saat itu Yesus menjadi Putra Allah yang diperanakkan roh. (Mat 3:13-17; Yoh 3:3-5) Belakangan, pada saat kebangkitannya, ia ”dihidupkan sebagai roh”. (1Ptr 3:18) Kalau begitu, siapakah sang ”ibu”, bukan ibu Yesus sebagai bayi manusia melainkan ibu Yesus sebagai Putra Allah yang diperanakkan roh? Rasul Paulus mengatakan bahwa Abraham, Sara, Ishak, Hagar, dan Ismael memainkan peran dalam sebuah drama simbolis; dalam drama tersebut Ishak menggambarkan orang-orang yang memiliki harapan surgawi, termasuk Paulus sendiri. Selanjutnya Paulus menyatakan bahwa ”ibu” mereka adalah ”Yerusalem yang di atas”. Yesus Kristus menyebut mereka sebagai ”saudara”-nya, yang menunjukkan bahwa mereka memiliki ibu yang sama. (Ibr 2:11) Hal ini menjadi dasar untuk menyimpulkan bahwa ”wanita” yang disebutkan di Kejadian 3:15 adalah ”Yerusalem yang di atas”.—Gal 4:21-29.
Dari persyaratan dalam janji itu tersirat bahwa suatu jangka waktu harus berlalu agar si ”ular” dapat menghasilkan ’benih’ dan permusuhan dapat berkembang antara kedua ’benih’ tersebut. Kira-kira 6.000 tahun telah berlalu sejak janji itu diucapkan. Tepat sebelum Pemerintahan Seribu Tahun Kristus, si ”ular” akan dicampakkan ke dalam jurang ketidakaktifan yang tidak terduga dalamnya, dan setelah akhir seribu tahun itu ia akan dimusnahkan untuk selama-lamanya.—Pny 20:1-3, 7-10; Rm 16:20.
Perjanjian dengan Nuh. Allah Yehuwa membuat perjanjian dengan Nuh, yang mewakili keluarganya, sehubungan dengan maksud-tujuan-Nya untuk melindungi kehidupan manusia dan binatang, tetapi Ia membinasakan dunia fasik pada zaman itu. (Kej 6:17-21; 2Ptr 3:6) Nuh mempunyai beberapa putra setelah ia berusia 500 tahun. (Kej 5:32) Pada waktu Allah menyingkapkan maksud-tujuan-Nya itu kepada Nuh, putra-putranya sudah dewasa dan menikah. Nuh harus membangun bahtera dan membawa masuk istrinya, putra-putranya, dan istri putra-putranya, dan juga binatang serta makanan; Yehuwa akan melindungi makhluk-makhluk hidup di bumi, baik manusia maupun binatang. Karena Nuh dengan taat memenuhi persyaratan perjanjian itu, Yehuwa melindungi kehidupan manusia dan binatang. Perjanjian tersebut digenapi sepenuhnya pada tahun 2369 SM, setelah Air Bah, sewaktu manusia dan binatang dapat hidup lagi di bumi dan mempunyai keturunan menurut jenisnya.—Kej 8:15-17.
Perjanjian Pelangi. Perjanjian pelangi dibuat pada tahun 2369 SM, di Peg. Ararat, antara Allah Yehuwa dan semua makhluk (manusia dan binatang), yang diwakili Nuh serta keluarganya. Yehuwa menyatakan bahwa Ia tidak akan pernah lagi membinasakan semua makhluk hidup melalui air bah. Kemudian, pelangi diberikan sebagai tanda perjanjian tersebut, yang tetap berlaku selama umat manusia hidup di bumi, yaitu untuk selama-lamanya.—Kej 9:8-17; Mz 37:29.
Perjanjian dengan Abraham. Tampaknya, perjanjian dengan Abraham mulai berlaku ketika Abram (Abraham) menyeberangi S. Efrat dalam perjalanan menuju Kanaan. Perjanjian Hukum dibuat 430 tahun kemudian. (Gal 3:17) Yehuwa berbicara kepada Abraham sewaktu ia tinggal di Mesopotamia, di Ur, kota orang Khaldea, menyuruhnya untuk pergi ke negeri yang akan Allah tunjukkan kepadanya. (Kis 7:2, 3; Kej 11:31; 12:1-3) Keluaran 12:40, 41 (LXX) memberi tahu kita bahwa pada akhir masa 430 tahun mereka tinggal di Mesir dan di tanah Kanaan, ”pada hari ini juga” Israel, yang telah diperbudak di Mesir, keluar. Mereka dibebaskan dari Mesir pada tanggal 14 Nisan 1513 SM, yaitu pada hari Paskah. (Kel 12:2, 6, 7) Fakta ini tampaknya menunjukkan bahwa Abraham menyeberangi S. Efrat dalam perjalanan menuju Kanaan pada tanggal 14 Nisan 1943 SM, dan tampaknya itulah saatnya perjanjian Abraham mulai berlaku. Allah menampakkan diri lagi kepada Abraham setelah ia sampai di Syikhem dalam perjalanannya di Kanaan dan Ia memperluas janji tersebut, dengan mengatakan, ”Kepada benihmu aku akan memberikan tanah ini,” dan dengan demikian menunjukkan hubungan antara perjanjian ini dengan janji di Eden, serta menyingkapkan bahwa ’benih’ itu akan menempuh jalan kehidupan manusia, yaitu akan mempunyai silsilah manusia. (Kej 12:4-7) Perluasan-perluasan lain dari janji itu dinyatakan belakangan oleh Yehuwa, sebagaimana dicatat di Kejadian 13:14-17; 15:18; 17:2-8, 19; 22:15-18.
Janji-janji dalam perjanjian itu diteruskan kepada cucu cicit Abraham melalui Ishak (Kej 26:2-4) dan Yakub. (Kej 28:13-15; 35:11, 12) Rasul Paulus mengatakan bahwa Kristus (sebagai benih utama) dan orang-orang yang ada dalam persatuan dengan Kristus adalah ’benih’ yang sesungguhnya.—Gal 3:16, 28, 29.
Allah menyingkapkan tujuan perjanjian Abraham dan apa yang akan tercapai, dengan mengatakan bahwa melalui Abraham benih yang dijanjikan itu akan datang; benih ini akan merebut gerbang musuh-musuhnya; benih Abraham melalui Ishak akan besar jumlahnya, tidak dapat dihitung oleh orang-orang pada zaman itu; nama Abraham akan menjadi besar; benih itu akan memiliki Tanah Perjanjian; semua keluarga di bumi akan memperoleh berkat melalui benih itu. (Lihat ayat-ayat di Kejadian yang disebutkan di atas.) Semua hal ini digenapi secara harfiah, yang menjadi bayangan untuk penggenapan yang lebih besar melalui Kristus. Paulus memberikan informasi tambahan sehubungan dengan ciri simbolis dan nubuat dari persyaratan perjanjian tersebut ketika ia mengatakan bahwa Abraham, Sara, Ishak, Hagar, dan Ismael memerankan suatu drama simbolis.—Gal 4:21-31.
Perjanjian Abraham merupakan ”perjanjian sampai waktu yang tidak tertentu”. Persyaratannya mengharuskan perjanjian itu terus berlaku sampai semua musuh Allah dibinasakan dan keluarga-keluarga di bumi diberkati.—Kej 17:7; 1Kor 15:23-26.
Sewaktu membahas perjanjian Abraham dan perjanjian Hukum, Paulus menyatakan prinsip bahwa ”perantara tidak dibutuhkan jika hanya menyangkut satu orang”, dan kemudian ia menambahkan bahwa ”Allah hanya satu”. (Gal 3:20; lihat PERANTARA.) Perjanjian yang Yehuwa buat dengan Abraham bersifat unilateral. Pada kenyataannya perjanjian tersebut merupakan suatu janji, dan Yehuwa tidak mengemukakan persyaratan yang harus Abraham penuhi agar janji itu terwujud. (Gal 3:18) Jadi, tidak dibutuhkan seorang perantara. Sebaliknya, perjanjian Hukum bersifat bilateral, dibuat antara Yehuwa dan bangsa Israel, dengan Musa sebagai perantara. Orang Israel menyetujui persyaratan perjanjian itu, dengan membuat suatu janji yang khidmat untuk menaati Hukum. (Kel 24:3-8) Perjanjian yang disebutkan belakangan tidak membatalkan perjanjian Abraham.—Gal 3:17, 19.
Perjanjian Sunat. Perjanjian sunat dibuat pada tahun 1919 SM, ketika Abraham berusia 99 tahun. Yehuwa membuat perjanjian itu dengan Abraham dan benih jasmaninya; semua laki-laki dalam rumah tangganya, termasuk para budak, harus disunat; siapa pun yang menolak harus dimusnahkan dari antara bangsanya. (Kej 17:9-14) Belakangan, Allah menyatakan bahwa penduduk asing yang ingin makan paskah (orang yang ingin menjadi penyembah Yehuwa bersama Israel) harus menyunatkan laki-laki dalam rumah tangganya. (Kel 12:48, 49) Sunat menjadi seperti meterai untuk keadilbenaran yang Abraham miliki melalui iman semasa ia belum disunat serta menjadi tanda fisik hubungan perjanjian antara keturunan Abraham melalui Yakub, dan Yehuwa. (Rm 4:11, 12) Allah mengakui sunat sampai perjanjian Hukum berakhir pada tahun 33 M. (Rm 2:25-28; 1Kor 7:19; Kis 15) Sekalipun sunat jasmani dilaksanakan di bawah Hukum, Yehuwa berulang kali memperlihatkan bahwa Ia lebih mementingkan makna simbolisnya, dengan menasihati Israel agar ’bersunat pada kulit khitan hati mereka’.—Ul 10:16; Im 26:41; Yer 9:26; Kis 7:51.
Perjanjian Hukum. Perjanjian Hukum antara Yehuwa dan bangsa Israel jasmani dibuat pada bulan ketiga setelah mereka meninggalkan Mesir, pada tahun 1513 SM. (Kel 19:1) Perjanjian itu adalah perjanjian nasional. Melalui kelahirannya, putra-putra Israel berada di bawah perjanjian Hukum dan dengan demikian berada dalam hubungan khusus ini dengan Yehuwa. Hukum tersebut berbentuk kaidah tertulis, disusun secara teratur, ketetapan-ketetapannya dikelompokkan. Hukum, yang disampaikan melalui malaikat-malaikat oleh tangan seorang perantara, yakni Musa, diberlakukan atas dasar korban binatang (sebagai ganti Musa, sang perantara, atau ”pembuat perjanjian”) di G. Sinai. (Gal 3:19; Ibr 2:2; 9:16-20) Pada peristiwa itu Musa memercikkan separuh dari darah binatang-binatang yang dikorbankan di atas mezbah, kemudian ia membacakan buku perjanjian kepada bangsa itu, yang setuju untuk berlaku taat. Setelah itu ia memercikkan darah ke atas buku tersebut dan ke atas bangsa itu. (Kel 24:3-8) Di bawah Hukum, keimaman ditetapkan bagi keturunan Harun, dari keluarga Kohat dari suku Lewi. (Bil 3:1-3, 10) Jabatan imam besar diteruskan dari Harun kepada keturunannya; dari Harun kepada Eleazar, dari Eleazar kepada Pinehas, dan seterusnya.—Bil 20:25-28; Yos 24:33; Hak 20:27, 28.
Menurut persyaratan perjanjian Hukum, apabila orang Israel berpegang pada perjanjian itu mereka akan menjadi suatu umat bagi nama Yehuwa, suatu kerajaan imam serta bangsa yang kudus dan akan Ia berkati (Kel 19:5, 6; Ul 28:1-14); apabila mereka melanggar perjanjian tersebut, mereka akan terkena kutuk. (Ul 28:15-68) Tujuan Hukum adalah: untuk membuat pelanggaran menjadi nyata (Gal 3:19); untuk membimbing orang Yahudi kepada Kristus (Gal 3:24); untuk menjadi bayangan bagi perkara-perkara baik yang akan datang (Ibr 10:1; Kol 2:17); untuk melindungi orang Yahudi dari agama kafir, yaitu agama palsu, dan memelihara ibadat sejati kepada Yehuwa; untuk melindungi garis keturunan benih yang dijanjikan. Dengan perantaraan perjanjian ini, yang merupakan tambahan kepada perjanjian dengan Abraham (Gal 3:17-19), bangsa dari benih jasmani Abraham melalui Ishak dan Yakub diorganisasi.
Perjanjian Hukum juga memberikan manfaat-manfaatnya kepada orang-orang lain yang bukan Israel jasmani, karena dengan disunat mereka dapat menjadi proselit dan dapat menerima banyak dari manfaat-manfaat Hukum tersebut.—Kel 12:48, 49.
Bagaimana perjanjian Hukum menjadi ”usang”?
Namun, perjanjian Hukum dapat dikatakan menjadi ”usang” sewaktu Allah memberitahukan melalui nabi Yeremia bahwa akan ada suatu perjanjian baru. (Yer 31:31-34; Ibr 8:13) Pada tahun 33 M, perjanjian Hukum dibatalkan atas dasar kematian Kristus di tiang siksaan (Kol 2:14) dan digantikan oleh perjanjian baru.—Ibr 7:12; 9:15; Kis 2:1-4.
Perjanjian dengan Suku Lewi. Yehuwa membuat suatu perjanjian dengan suku Lewi; seluruh suku itu dipisahkan untuk mengorganisasi dinas di tabernakel, termasuk keimaman. Peristiwa ini terjadi di Padang Belantara Sinai, pada tahun 1512 SM. (Kel 40:2, 12-16; Mal 2:4) Harun dan putra-putranya, dari keluarga Kohat, harus melayani sebagai imam, selebihnya dari keluarga-keluarga Lewi harus menjalankan tugas-tugas lain seperti mendirikan tabernakel, memindahkannya, dan lain-lain. (Bil 3:6-13;psl. 4) Belakangan, mereka juga berdinas di bait. (1Taw 23) Upacara pelantikan untuk para imam dilakukan pada tanggal 1-7 Nisan 1512 SM, dan mereka mulai berdinas pada tanggal 8 Nisan. (Im psl. 8, 9) Orang Lewi tidak mempunyai milik pusaka di Tanah Perjanjian, tetapi menerima sepersepuluhan dari suku-suku lain, dan memiliki kota-kota enklave untuk tempat mereka tinggal. (Bil 18:23, 24; Yos 21:41) Mengingat gairah Pinehas akan pengabdian yang eksklusif kepada Yehuwa, Allah membuat perjanjian damai dengan dia, suatu perjanjian untuk keimaman sampai waktu yang tidak tertentu bagi dia dan keturunannya. (Bil 25:10-13) Perjanjian dengan Lewi terus berlaku sampai berakhirnya perjanjian Hukum.—Ibr 7:12.
Perjanjian dengan Israel di Moab. Persis sebelum Israel memasuki Tanah Perjanjian, pada tahun 1473 SM, Yehuwa membuat suatu perjanjian dengan Israel jasmani di Moab. (Ul 29:1; 1:3) Di sini, sebagian besar dari Hukum itu dinyatakan kembali dan dijelaskan oleh Musa. Tujuan perjanjian itu adalah untuk menganjurkan kesetiaan kepada Yehuwa dan untuk membuat penyesuaian serta menetapkan beberapa hukum yang diperlukan orang Israel sewaktu mereka tidak lagi hidup berpindah-pindah tetapi mulai menetap di negeri itu. (Ul 5:1, 2, 32, 33; 6:1; bdk. Im 17:3-5 dengan Ul 12:15, 21.) Perjanjian ini berakhir dengan dihapusnya perjanjian Hukum, karena perjanjian ini merupakan bagian integral dari Hukum.
Perjanjian dengan Raja Daud. Perjanjian dengan Daud dibuat pada masa pemerintahan Daud di Yerusalem (1070-1038 SM); pihak-pihaknya adalah Yehuwa dan Daud yang mewakili keluarganya. (2Sam 7:11-16) Menurut persyaratan perjanjian ini, seorang anak lelaki dari garis keturunan Daud akan memiliki takhta untuk selama-lamanya dan akan membangun rumah bagi nama Yehuwa. Tujuan Allah membuat perjanjian ini adalah untuk menyediakan dinasti raja bagi orang Yahudi; untuk memberikan kepada Yesus, sebagai pewaris Daud, hak yang sah guna menduduki takhta Daud, ”takhta Yehuwa” (1Taw 29:23; Luk 1:32); serta untuk memberikan kepada Yesus identitas sebagai sang Mesias. (Yeh 21:25-27; Mat 1:6-16;Luk 3:23-31) Perjanjian ini tidak mencakup keimaman; imam-imam Lewi melayani bersama-sama dengan raja-raja dari garis keturunan Daud; di bawah Hukum, jabatan imam sama sekali terpisah dari jabatan raja. Karena Yehuwa mengakui jabatan raja dari garis keturunan Daud ini dan bekerja melaluinya untuk selama-lamanya, durasi perjanjian itu bersifat abadi.—Yes 9:7; 2Ptr 1:11.
Perjanjian untuk Menjadi Imam seperti Melkhizedek. Perjanjian ini dinyatakan di Mazmur 110:4, dan sang penulis buku Ibrani dalam Alkitab menerapkannya kepada Kristus di Ibrani 7:1-3, 15-17. Perjanjian itu dibuat oleh Yehuwa hanya dengan Yesus Kristus. Tampaknya, Yesus menunjuk kepada perjanjian tersebut ketika ia membuat perjanjian dengan para pengikutnya untuk suatu kerajaan. (Luk 22:29) Berdasarkan sumpah Yehuwa, Yesus Kristus, Putra surgawi Allah, akan menjadi imam menurut peraturan Melkhizedek. Melkhizedek adalah raja dan imam Allah di bumi. Yesus Kristus akan memegang dua jabatan, sebagai Raja dan Imam Besar, bukan di bumi, melainkan di surga. Setelah kenaikannya ke surga, ia secara permanen dilantik untuk jabatan tersebut. (Ibr 6:20; 7:26, 28; 8:1) Perjanjian itu berlaku untuk selama-lamanya, karena Yesus di bawah bimbingan Yehuwa akan bertindak sebagai Raja dan Imam Besar untuk selama-lamanya.—Ibr 7:3.
Perjanjian Baru. Yehuwa menubuatkan perjanjian baru melalui nabi Yeremia pada abad ketujuh SM, dengan menyatakan bahwa perjanjian baru itu tidak akan seperti perjanjian Hukum, yang telah dilanggar Israel. (Yer 31:31-34) Pada malam sebelum kematiannya, tanggal 14 Nisan 33 M, ketika ia menetapkan perayaan Perjamuan Malam Tuan, Yesus Kristus mengumumkan perjanjian baru, yang akan disahkan atas dasar korbannya. (Luk 22:20) Pada hari ke-50 sejak kebangkitannya dan 10 hari setelah ia naik ke surga kepada Bapaknya, ia mencurahkan roh kudus, yang ia terima dari Yehuwa, ke atas para muridnya yang berkumpul di kamar atas di Yerusalem.—Kis 2:1-4, 17, 33; 2Kor 3:6, 8, 9; Ibr 2:3, 4.
Pihak-pihak dalam perjanjian baru adalah Yehuwa dan ”Israel milik Allah”, yakni orang-orang yang diperanakkan oleh roh dalam persatuan dengan Kristus, yang membentuk sidang atau tubuhnya. (Ibr 8:10; 12:22-24; Gal 6:15, 16; 3:26-28; Rm 2:28, 29) Perjanjian baru diberlakukan atas dasar darah (korban kehidupan manusia) Yesus Kristus yang dicurahkan, yang nilainya dipersembahkan kepada Yehuwa setelah kenaikan Yesus ke surga. (Mat 26:28) Ketika seseorang dipilih oleh Allah untuk panggilan surgawi (Ibr 3:1), Allah mengikutsertakan orang itu ke dalam perjanjian-Nya melalui korban Kristus. (Mz 50:5; Ibr 9:14, 15, 26) Yesus Kristus adalah sang Perantara perjanjian baru (Ibr 8:6; 9:15) dan adalah Benih Abraham yang utama. (Gal 3:16) Melalui peranan Yesus sebagai perantara perjanjian baru, ia membantu orang-orang dalam perjanjian tersebut untuk menjadi bagian dari benih Abraham yang sesungguhnya (Ibr 2:16; Gal 3:29) melalui pengampunan dosa-dosa mereka. Yehuwa menyatakan mereka adil-benar.—Rm 5:1, 2; 8:33; Ibr 10:16, 17.
Saudara-saudara Kristus yang terurap dan diperanakkan roh ini menjadi imam-imam bawahan sang Imam Besar, menjadi ”keimaman kerajaan”. (1Ptr 2:9; Pny 5:9, 10; 20:6) Mereka ini melakukan tugas keimaman, suatu ”dinas kepada umum” (Flp 2:17), dan disebut ”pelayan dari suatu perjanjian baru”. (2Kor 3:6) Orang-orang yang terpanggil ini harus mengikuti langkah-langkah Kristus dengan saksama dan setia, sampai mereka menyerahkan kehidupan mereka kepada kematian; kemudian Yehuwa akan menjadikan mereka suatu kerajaan imam, dengan membuat mereka sebagai pihak yang turut menerima kodrat ilahi, dan akan memberi mereka pahala berupa peri tidak berkematian dan ketidakfanaan sebagai sesama ahli waris bersama Kristus di surga. (1Ptr 2:21; Rm 6:3, 4; 1Kor 15:53; 1Ptr 1:4; 2Ptr 1:4) Tujuan perjanjian ini adalah untuk mengambil suatu umat bagi nama Yehuwa sebagai bagian dari ’benih’ Abraham. (Kis 15:14) Mereka menjadi ”pengantin perempuan” Kristus, dan adalah kelompok yang Kristus ikut sertakan dalam perjanjian untuk Kerajaan itu, untuk memerintah bersama dia. (Yoh 3:29; 2Kor 11:2; Pny 21:9; Luk 22:29; Pny 1:4-6; 5:9, 10;20:6) Tujuan perjanjian baru mengharuskan perjanjian itu terus berlaku sampai seluruh golongan ”Israel milik Allah” dibangkitkan untuk memiliki peri tidak berkematian di surga.
Manfaat dari terlaksananya tujuan perjanjian itu akan bertahan selamanya, dengan begitu perjanjian itu bisa disebut sebagai ”perjanjian yang abadi”—Ibr 13:20.
Perjanjian Yesus dengan para Pengikutnya. Pada malam 14 Nisan tahun 33 M, setelah merayakan Perjamuan Malam Tuan, Yesus membuat perjanjian ini dengan rasul-rasulnya yang setia. Kepada ke-11 rasul yang setia ia berjanji bahwa mereka akan duduk di atas takhta. (Luk 22:28-30; bdk. 2Tim 2:12.) Belakangan, ia memperlihatkan bahwa perjanjian ini diperluas kepada semua ’pemenang’ yang diperanakkan roh. (Pny 3:21; lihat juga Pny 1:4-6; 5:9, 10; 20:6.) Pada hari Pentakosta ia mulai memberlakukan perjanjian itu atas mereka, dengan mengurapi murid-murid yang hadir di kamar atas di Yerusalem dengan roh kudus. (Kis 2:1-4, 33) Orang-orang yang berpaut kepadanya melalui berbagai pencobaan dan mati menurut jenis kematiannya (Flp 3:10; Kol 1:24), akan memerintah bersamanya dan ambil bagian dalam kuasa Kerajaannya. Perjanjian itu tetap berlaku antara Yesus Kristus dan rekan-rekan raja ini untuk selama-lamanya.—Pny 22:5.
Berbagai Perjanjian Lain. (a) Antara Yosua serta para pemimpin Israel dan penduduk kota Gibeon untuk membiarkan mereka hidup. Mereka memang adalah orang Kanaan yang terkutuk dan harus dibinasakan oleh orang Israel, tetapi suatu perjanjian dianggap sedemikian mengikat sehingga orang Gibeon dibiarkan hidup sekalipun kutukan tersebut dilaksanakan dengan mempekerjakan mereka sebagai pengumpul kayu dan penimba air bagi himpunan orang Israel. (Yos 9:15, 16, 23-27) (b) Antara Yosua dan Israel untuk melayani Yehuwa. (Yos 24:25, 26) (c) Antara para tua-tua Gilead dan Yefta di Mizpa untuk menjadikannya kepala atas penduduk Gilead apabila Yehuwa memberi dia kemenangan atas orang Ammon. (Hak 11:8-11) (d) Antara Yonatan dan Daud. (1Sam 18:3; 23:18) (e) Antara imam Yehoyada dan para kepala atas para pengawal pribadi berkebangsaan Karia serta kepala para pelari. (2Raj 11:4; 2Taw 23:1-3) (f) Antara Israel dan Yehuwa untuk mengusir istri-istri asing. (Ezr 10:3) (g) Janji Yehuwa untuk memberikan hamba-Nya sebagai suatu perjanjian bagi bangsa itu. (Yes 42:6; 49:8) (h) Antara Daud dan semua tua-tua Israel, di Hebron. (1Taw 11:3) (i) Perjanjian bangsa itu, semasa pemerintahan Asa, untuk mencari Yehuwa dengan segenap hati dan jiwa. (2Taw 15:12) (j) Antara Yosia dan Yehuwa untuk menjalankan perintah-perintah Yehuwa, menurut Hukum. (2Taw 34:31) (k) Karena ”para pembual” yang memerintah Yerusalem telah mengadakan ”perjanjian dengan Kematian”, mereka secara keliru menyangka bahwa mereka dalam keadaan aman.—Yes 28:14, 15, 18.



Source : https://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/1200001054






PENJELASAN ALKITAB DENGAN PERJANJIAN LAMA SERTA PERJANJIAN BARU


Setiap orang didunia memiliki kepercayaan dan kayakinannya masing-masing. Sepintas, dalam Agama Muslim panduan dalam kepercayaannya adalah Kitab suci Al Qur’an. Berbeda dengan kepercayaan orang Kristen, walaupun juga dikatakan memiliki Kitab suci tersendiri, tetapi orang kristen memiliki 2 Kitab suci yang disebut dengan Kitab Perjanjian lama dan Kitab perjanjian baru. Yang menjadi pertanyaan disini adalah apa bedanya Kitab Perjanjian lama dengan Kitab perjanjian baru? Segera saja simak beserta dengan penjelasan lain mengenai Alkitab disini.

PERBEDAAN ANTARA KITAB PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU
Alkitab adalah sebuah buku yang bersatu, ada perbedaan antara perjanjian lama dan perjanjian baru. Dalam banyak hal, mereka saling melengkapi. Dalam perjanjian baru didasarkan pada Wahyu dari Allah. Perjanjian lama menetapkan prinsip-prinsip yang dilihat sebagai menggambarkan kebenaran perjanjian baru. Perjanjian lama berisi banyak nubuatan yang digenapi dalam perjanjian baru. Perjanjian Lama memberikan sejarah orang-orang. Perjanjian lama menunjukkan murka Allah terhadap dosa (dengan sekilas karunia-Nya) dan Perjanjian baru menunjukkan anugerah Jahweh kepada orang berdosa (dengan sekilas murka-Nya).

Perjanjian lama memprediksi Mesias (lihat Yesaya 53) dan perjanjian baru mengungkapkan siapa Mesias itu (Yohanes 4:25-26). Ayat-ayat dalam Perjanjian lama digambarkan sebagai hukum Tuhan dan perjanjian baru menunjukkan bagaimana Yesus Sang Mesiah menggenapi hukum itu (Matius 5:17; Ibrani 10:9). Dalam Perjanjian lama, Tuhan adalah terutama dengan umat pilihannya, orang-orang Yahudi. Dalam Perjanjian Baru, Tuhan adalah terutama dengan gerejanya (Matius 16:18). Berkat-berkat fizikal yang dijanjikan di bawah Perjanjian Lama (Ulangan 29: 9) memberikan cara untuk berkat rohani di bawah Perjanjian Baru (Efesus 1:3).



Nubuatan-nubuatan Perjanjian lama yang berkaitan dengan kedatangan Kristus, meskipun sangat rinci, berisi sejumlah ambiguitas dalam Perjanjian Baru. Sebagai contoh, nabi Yesaya berbicara tentang kematian Mesias (Yesaya 53) dan pendirian kerajaan Mesias (Yesaya 26) dengan tidak ada petunjuk mengenai kronologi dua peristiwa, tidak ada petunjuk bahwa penderitaan dan membangun kerajaan yang terpisahkan sekitar ribuan tahun. Di dalam Perjanjian Baru, menjadi jelas bahwa Mesias akan memiliki dua kedatangan: Pertama I, ia menderita dan mati (dan bangkit kembali) dan kedua II, dia akan mendirikan Kerajaan-nya.

Karena penyataan Allah dalam Alkitab, perjanjian baru membawa ke dalam prinsip-prinsip yang diperkenalkan di dalam Perjanjian lama. Kitab Ibrani menjelaskan bagaimana Yesus adalah seorang imam sejati. Anak domba Paskah dari Perjanjian Lama (Ezra 6:20) menjadi Domba Jahweh di dalam Perjanjian Baru (Yohanes 1:29). Perjanjian Lama memberikan hukum. Perjanjian Baru menjelaskan bahwa hukum itu dimaksudkan untuk menunjukkan keselamatan dan tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi sarana keselamatan (Roma 3:19).



Perjanjian lama melihat surga yang hilang untuk Adam, sedangkan Perjanjian baru menunjukkan bagaimana surga kembali melalui Kristus. Perjanjian lama menyatakan bahwa manusia terpisah dari Jahweh karena dosa (Kejadian 3) dan Perjanjian Baru menyatakan bahwa manusia dapat dipulihkan dalam hubungan-Nya dengan Allah (Roma 3-6). Perjanjian lama meramalkan Hidup Mesias. Catatan Injil kehidupan Yesus dan surat-surat menafsirkan hidupnya dan bagaimana kita menanggapi semua yang telah dilakukan.

Singkatnya, perjanjian lama meletakkan dasar bagi kedatangan Mesias yang akan mengorbankan diriNya untuk menanggung dosa dunia (1 Yohanes 2:2). Catatan Perjanjian Baru pelayanan Yesus Kristus dan kemudian melihat ke belakang pada apa yang dia lakukan dan bagaimana kita menanggapi. Kedua kitab perjanjian mengungkapkan Kudus, penyayang dan Allah yang benar yang mengutuk dosa tetapi keinginan untuk menyelamatkan orang berdosa melalui korban yang mendamaikan. Dalam kedua perjanjian, Allah mengungkapkan dirinya kepada kita dan menunjukkan kepada kita bagaimana kita akan datang kepadanya melalui iman (Kejadian 15:6; Efesus 2:8).

BAGIMANA ALKITAB DIKATAKAN SEBGAI FIRMAN TUHAN?
Jawaban untuk pertanyaan ini tidak hanya menentukan bagaimana kita melihat Alkitab dan pentingnya hidup kita, tetapi juga pada akhirnya akan memiliki dampak kekal kita. Jika Alkitab adalah benar-benar firman Tuhan, maka kita harus menghargai itu, mempelajarinya, menaatinya dan benar-benar percaya itu. Jika Alkitab adalah Firman Tuhan, maka untuk menganggapnya adalah untuk mengabaikan Jahweh sendiri.

Fakta bahwa Allah memberi kita Alkitab adalah bukti dan ilustrasi dari kasihNya kepada kita. Istilah “Wahyu” berarti bahwa Tuhan menyampaikan kepada manusia bagaimana kita dapat memiliki hubungan yang benar dengan dia. Ini adalah hal yang tidak bisa diketahui dengan sendirinya dan ini telah dinyatakan untuk kita dalam Alkitab. Dan itu berisi segala sesuatu tentang Tuhan untuk memiliki hubungan yang benar dengan dia. Jika Alkitab adalah benar-benar firman Tuhan, maka itu adalah otoritas terakhir untuk semua hal-hal iman, amalan agama dan moral.

Kita harus bertanya kepada diri sendiri bagaimana kita bisa tahu bahwa Alkitab adalah Firman Allah dan bukan hanya sebuah buku yang bagus? Apa yang unik dari Alkitab dan bagaimana membedakannya dari semua buku agama lain yang pernah ditulis? Dari masa kanak-kanak, kita telah mengenal Kitab Suci, mampu membuat kebijaksanaan untuk keselamatan melalui iman di dalam Kristus Yesus. Seluruh Kitab Suci Allah berguna untuk mengajar, menegur, mengoreksi dan pelatihan dalam kebenaran, sehingga abdi Allah dapat benar-benar dilengkapi untuk setiap pekerjaan baik”(2 Timotius 3:15-17).



Ada bukti internal dan eksternal bahwa Alkitab adalah benar-benar firman Tuhan. Bukti-bukti internal adalah hal-hal dalam Alkitab yang bersaksi tentang asal Ilahi. Salah satu bukti internal pertama bahwa Alkitab adalah benar-benar firman Tuhan dilihat dalam kesatuan. Meskipun itu memiliki 66 buku yang ditulis di tiga benua, dalam 3 bahasa yang berbeda, selama kira-kira tahun 1500, oleh lebih dari 40 penulis yang datang dari berbagai lapisan masyarakat, Alkitab tetap satu buku dari awal sampai akhir tanpa kontradiksi.

Bukti-bukti internal yang menunjukkan Alkitab adalah benar-benar firman Tuhan dari nubuatan yang terkandung dalam halaman-halamannya. Alkitab berisi ratusan nubuatan yang berkaitan dengan masa depan negara masing-masing termasuk Israel, kota-kota tertentu dan umat manusia. Nubuatan lain berkenaan kedatangan orang yang menjadi Mesias, Juruselamat semua orang yang percaya padanya. Lain dengan nubuat yang ditemukan dalam buku-buku agama lain atau orang-orang seperti Nostradamus, nubuatan alkitabiah yang sangat rinci.

Ada lebih dari tiga ratus nubuatan mengenai Yesus Kristus di dalam Perjanjian lama. Tidak hanya mengisahkan kelahiran dan keturunannya, tetapi juga bagaimana dia mati dan bangkit kembali. Hanya ada cara yang logis untuk menjelaskan nubuatan yang digenapi di dalam Alkitab selain asal-usul ilahi.

Bukti internal yang ketiga dari Alkitab adalah kekuasaan dan kekuatan. Otoritas Alkitab tidak seperti buku lain yang pernah ditulis. Otoritas dan kuasanya dapat dilihat dengan cara yang tak terhitung jumlahnya dimana hidupnya telah diubah oleh kuasa Firman Allah. Pecandu narkoba telah disembuhkan, homoseksual terbebaskan, penjahat bertobat, orang-orang berdosa ditegur  dan benci berpaling kepada cinta.

Ada juga bukti-bukti eksternal yang menunjukkan Alkitab adalah benar-benar firman Tuhan. Salah satunya adalah fakta sejarah Alkitab. Karena peristiwa-peristiwa sejarah, kebenaran dan keakuratan yang dikenakan seperti dokumen bersejarah lainnya. Melalui kedua bukti-bukti arkeologi dan tulisan, catatan sejarah Alkitab telah terbukti berkali-kali akurat dan benar adanya.

Pada kenyataannya, semua bukti arkeologi dan naskah yang mendukung Alkitab membuat buku terlaris pada jaman kuno. Kenyataannya bahwa Alkitab secara akurat mencatat peristiwa hebat yang kebenarannya ketika berhadapan dengan mata pelajaran agama dan membantu memperkuat Firman Allah.

Bukti eksternal lain bahwa Alkitab adalah benar-benar firman Tuhan yang dituli oleh manusia. Seperti yang disebutkan sebelumnya, Tuhan menggunakan orang-orang dari berbagai lapisan negara untuk mencatat kata-katanya. Dalam mempelajari kehidupan penulis Alkitab tersebut, kita bisa menilai dan merasakan ini terbuat dengan sangat jujur dan tulus.  Fakta bahwa mereka bersedia untuk mati kerena merka percaya bahwa Tuhan telah berbicara kepada mereka.



Orang-orang yang menulis dalam Perjanjian Baru dan banyak ratusan orang percaya (1 Korintus 15:6) mengenai kebenaran karena mereka telah melihat dan menghabiskan waktu dengan Yesus Kristus setelah Yesus bangkit dari antara orang mati. Melihat Kristus yang bangkit memiliki dampak besar pada mereka. Mereka pergi dan bersembunyi dalam ketakutan dan bersedia mati untuk pesan yang telah dinyatakan Tuhan kepada mereka. Kehidupan dan kematian mereka bersaksi pada kenyataan bahwa Alkitab benar-benar adalah Firman Allah.

Bukti eksternal akhir bahwa Alkitab adalah benar-benar firman Tuhan yang tidak dapat lekang oleh waktu. Karena pentingnya Firman Allah, Alkitab telah menjalani penderitaan yang sangat luar biasa dari serangan atau upaya untuk menghancurkan serta memusnahkan Kitab tersebut. Alkitab telah bertahan dari serangan yang ingin memusnahkannya dan sampai sekarang ini Kitab tersebut paling banyak diterbitkan di dunia.

Ini adalah Kitab yang telah mengubah banyak kehidupan dan budaya sepanjang 2000 tahun terakhir. Tidak peduli bagaimana lawan-lawannya mencoba untuk menyerang atau menghancurkan Alkitab.  Kebenaran dan dampak pada kehidupan yang tak terbandingkan. Meskipun setiap usaha penyerangan atau menghancurkan adalah fakta yang jelas  bahwa Alkitab benar-benar firman Tuhan yang dilindungi. Setelah semua, Yesus berkata, “langit dan bumi akan berlalu, tetapi kata-kata saya tidak akan pernah berlalu” (Markus 13:31). Setelah melihat bukti, seseorang dapat percaya bahwa Alkitab benar-benar firman Tuhan.

APA ARTINYA ALKITAB YANG DI ILMAMI?
Meskipun ada pandangan yang berbeda tentang sejauh mana Alkitab diilhami, tidak boleh ada keraguan bahwa setiap kata dalam Alkitab yang berasal dari Tuhan (1 Korintus 2:12-13; 2 Timotius 3:16-17). Pandangan ini sering disebut sebagai “verbal pleno” inspirasi. Itu berarti inspirasi meluas ke kata-kata sendiri (verbal)  bukan hanya konsep atau ide dan inspirasi meluas ke semua bagian dari Kitab Suci dan semua materi Alkitab. Beberapa orang percaya hanya bagian Alkitab yang terinspirasi  konsep yang berhubungan dengan agama.

Ini dapat djelaskan dalam 2 Timotius 3:16, “Seluruh isi Kitab Suci berguna untuk mengajar, menegur, mengoreksi dan pelatihan dalam kebenaran, sehingga abdi Allah dapat dilengkapi untuk setiap perbuatan baik.” Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa semua Firman diilhami oleh Tuhan dan  menguntungkan bagi kita. Hal ini tidak hanya bagian Alkitab yang berurusan dengan doktrin agama yang terinspirasi pada setiap perkataan dari Kitab kejadian sampai Wahyu.



Karena itu terinspirasi oleh Allah, Alkitab datang untuk membangun doktrin dan untuk mengajar orang bagaimana berada dalam hubungan yang benar dengan Allah. Alkitab tidak hanya untuk terinspirasi oleh Tuhan, tetapi juga memiliki kemampuan supranatural untuk mengubah kita dan membuat kita “sempurna.”

Ayat lain yang berhubungan dengan inspirasi dari Kitab Suci adalah 2 Petrus 1:21. Yesus sendiri menegaskan dari Alkitab ketika ia berkata, “tidak berpikir bahwa aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk menghapuskan mereka tetapi untuk memenuhi mereka. Saya memberitahu Anda kebenaran, sampai langit dan bumi menghilang (Matius 5:17-18).

Karena Alkitab adalah Firman yang telah diilhami Tuhan, kita dapat menyimpulkan bahwa Pandangan tentang Allah akan membawa kita kepada pandangan yang benar dari Firman-Nya. Karena Jahweh itu Mahakuasa, maha mengetahui dan benar-benar sempurna. Pada dasarnya,  firmannya memiliki karakteristik yang sama. Ayat-ayat yang sama yang membentuk pengilhaman Kitab Suci. Tanpa ragu Alkitab adalah tak terbantahkan, berwibawa, Firman Allah kepada umat manusia.

MENGAPA ALKITAB DISEBUT ALKITAB?
Kitab Suci pertama kali muncul pada abad pertengahan. Kitab Suci mulai diguanakan pada tahun 1611  di sampul Authorized Version dan di Ameria serikat ini sangat terkenal sebagai versi King James. Firman Kudus memiliki beberapa arti dimana semua tulisannya menggambarkan Firman Tuhan.

Salah satu makna Kudus adalah “suci atau yang dikuduskan.” Ketika Tuhan berbicara kepada Musa di padang gurun, ia memerintahkan Musa untuk tidak menggunakan sandalnya karena sedang berdiri di tanah suci. Ini adalah tanah yang disucikan oleh Allah. Karena Jahweh itu kudus, Tuhan juga berbicara kepada orang-orang kudus dan orang yang berdosa seperti Musa harus sadar akan kekudusan Allah.

Dengan cara yang sama,  Tuhan juga memberikan kepada Musa di Gunung Sinai sama seperti yang diberikan  kepada manusia di dalam Alkitab Kudus dan suci karena ia Kudus dan suci. Sama seperti Tuhan yang sempurna, karena kata-katanya sangat sempurna (Mazmur 19:7). Sama seperti Allah benar dan murni, jadi Firmannya benar dan murni (Mazmur 19:8).



Alkitab juga Kudus karena ditulis oleh orang-orang yang dipenuhi atau dianugerahi oleh Roh Kudus. “Seluruh Kitab Suci berguna untuk mengajar, menegur, mengoreksi dan pelatihan dalam kebenaran, sehingga abdi Allah dapat benar-benar dilengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Timotius 3:16). Kata Yunani yang diterjemahkan “Allah” adalah Theopneustos dan diambil daeri dua kata dimana theos berarti “Allah” dan pneo yang berarti “untuk bernafas. ”

AYAT TERKENAL KITAB PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU
Ada lebih dari selusin nama dan judul Alkitab ditemukan dalam Perjanjian lama dan perjanjian baru. Berikut ini adalah daftar yang paling terkenal:

Kitab Taurat (Ulangan 31: 26)  “Ambillah kitab Taurat dan menempatkannya di samping tabut perjanjian Tuhan, Allahmu. Akan Ada  sebagai saksi terhadap kamu.” Alkitab digambarkan sebagai sebuah buku yang tidak dimaksudkan untuk memperbudak kita atau menahan hubungan kita dengan Tuhan dan kehidupan di bumi, tetapi hukum yang dimaksudkan untuk memperkuat hubungan kita dengan Tuhan dan meningkatkan kehidupan kita.
Injil (Roma 1:16)  “Karena saya tidak malu karena Injil, karena itu adalah kuasa Tuhan yang membawa keselamatan untuk semua orang yang percaya.” Alkitab menyatakan kepada kita melalui Injil, Kabar baik, tentang Tuhan Yesus Kristus dan melalui anak Allah, dosa kita diampuni dan kita diberikan keselamatan.
Kitab Suci (Roma 1:2)  “Injil yang dijanjikan sebelumnya melalui nabinya dalam Kitab Suci.” Alkitab adalah kumpulan tulisan suci yang kudus karena mereka berasal dari Allah.
Hukum Tuhan (Mazmur 19:7) “Hukum Tuhan sempurna, menyegarkan jiwa. Ketetapan Tuhan dapat dipercaya, membuat kebijaksanaan sederhana.” Tidak hanya melakukan hukum Alkitab dan memperkuat hubungan kita dengan Tuhan dan meningkatkan kehidupan kita, tidak harus bingung dengan yang lain,  mereka adalah milik Tuhan dan Tuhan tidak sendirian.


Kata-kata hidup (Kisah 7:38) “Dia berada di dalam perkumpulan di padang gurun, malaikat yang berfirman kepadanya di Gunung Sinai dan nenek-moyang kita dan ia menerima kata-kata hidup untuk menyampaikan kepada kita.” Alkitab adalah buku yang hidup, masing-masing bab dan ayat dipenuhi dengan pengetahuan dan kebijaksanaan Tuhan sendiri.
Pesan dari Kristus (Kolose 3:16) “Biarkan pesan dari Kristus antara orang kaya dengan mengajar dan menegur satu sama lain dengan semua kebijaksanaan melalui Mazmur dan lagu-lagu dari Roh, bernyanyi untuk Tuhan dengan rasa syukur dalam hatimu.” Pesan dari Kristus adalah pesan keselamatan dari dosa.
Kitab Suci (2 Timotius 3:16)  “Segala tulisan yang diilhamkan  Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Diilhami oleh Tuhan, Alkitab adalah kumpulan tulisan suci yang tidak seperti yang lain, karena ia telah ditulis oleh tangan orang-orang yang dikaruniai oleh Roh Allah (2 Petrus 1:21).
(Mazmur 40:7)  “Sungguh, aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang aku.” Dalam bernubuat tentang Yesus, Alkitab merujuk kepada dirinya sebagai sebuah gulungan, gulungan perkamen mendokumentasikan pengetahuan tak ternilai untuk dibagikan dari generasi ke generasi.
Pedang Roh (Efesus 6:17) Firman Tuhan sama halnya seperti pedang dimana Alkitab bisa mempertahankan setiap serangan, tapi itu juga bisa memberikan  kebenaran Tuhan dan Firmannya ke dalam hati manusia. Kitab Ibrani disebut sebagai lebih tajam dari setiap “pedang bermata dua” karena mampu “membagi jiwa dan Roh, (Ibrani 4:12).
Kebenaran (Yohanes 17:17)  “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firmanmu adalah kebenaran.” Karena Alkitab adalah Firman Allah, itu adalah kebenaran. Setiap kata dari pikiran Tuhan dan karena dia adalah kebenaran, jadi Firmannya adalah kebenaran.


Firman Tuhan (Lukas 11:28)  “Orang-orang yang mematuhi dan mendengarkan Firman Tuhan akan diberkati.” Alkitab adalah seperti juru bicara Tuhan, melalui buku atau Kitab berbicara langsung kepada umat Manusia.
Firman kehidupan (Filipi 2:16)  “Memegang teguh kepada Firman hidup.” Alkitab dan kebenaran yang mengungkapkan kepada kita perbedaannya antara hidup dan mati.  Tetapi kehidupan kekal yang ada di hadapan mereka yang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat serta kematian kekal bagi mereka yang tidak percaya.
Kata-kata Tuhan (Mazmur 12:6)  “Dan kata-kata Tuhan sempurna, seperti perak yang disucikan dalam sebuah wadah, seperti emas yang dimurnikan tujuh kali.” Alkitab penuh dengan banyak kata yang sempurna, yang diucapkan Tuhan melalui nabi-nabi dan murid-murid untuk mengungkapkan semua kemuliaannya.
Sahabatku yang baik hatinya, dengan apa yang tertulis diatas mengenai Kitab perjanjian lama dan perjanjian baru dapat dijadikan sebagai sumber bacaan yang sangat bermanfaat serta berguna bagi banyak pembacanya. Demikian ini kami sampaikan kepada anda sekalian dengan maksud untuk mendidik serta menambah ilmu pengetahuan tentang keagamaan. Selamat membaca.




Source : http://www.htluther.org/penjelasan-alkitab-dengan-perjanjian-lama-serta-perjanjian-baru/

33 Fakta Menarik tentang Alkitab






Source : http://www.biblika.web.id/story/fakta-alkitab.html

Tuesday, July 1, 2014

KHAWATIR ANAK





KHAWATIR ANAK
(Baca: Lukas 2:41-52)

Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, 
dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.  Lukas 2:52.

Banyak orang khawatir anak.  Tidak punya anak, khawatir kenapa belum diberikan momonganoleh Tuhan?  Sudah punya anak, khawatir bagaimana masa depannya?  Khawatir kalau anak lambat bicara;  khawatir kalau anak gampang sakit; khawatir anak  bila jalan hidupnya tersesat.  Khawatir menjadi produk cemas dan takut dari banyak orang.
Sehari perjalanan dari Yerusalem menuju Nazareth barulah Yusuf dan Maria menyadari Anaknya tidak bersama mereka (Lukas 2:44).  Sebagai orang tua tentu khawatir anaknya hilang karena tersesat, diganggu orang, sakit atau ada kecelakaan.  Akhirnya mereka justru menemukan Yesus di Bait Allah menuntun para pemuka agama lewat dialog.  Sebenarnya Yesus adalah Tuhan yang menjadi manusia lewat perantaraan Maria (Lihat Matius 1:20; Lukas 1:35).  Sebagai orang tua mereka lega mengetahui anaknya bukan saja di jalan yang benar tetapi menjadi berkat banyak orang.
Hari ini banyak orang khawatir akan banyak hal termasuk anak.  Terlalu memanjakan anak hasilnya tidak baik, terlalu membiarkannya juga hasilnya buruk.  Satu hal yang paling penting dalam mendidik anak bukan saja keseimbangan tetapi prioritas mendidik anak dalam Tuhan.  Bisa jadi berupa cerita Alkitab sebelum tidur, doa sebelum makan, bersaksi tentang pertolongan Tuhan dalam hidup orang tua bahkan persekutuan keluarga (Mezbah keluarga).  Apabila ada khawatir, mari kita bawa kepada Tuhan dalam doa; dengan cara Tuhan dan di dalam Tuhan.  Amin.

BAWALAH KHAWATIRMU KEPADA TUHAN.  IA LEBIH BERKUASA DARI SEGALA PERMASALAHAN YANG KITA HADAPI.



 Source : jeffrysudirgo.blogspot.jp
Videos

Recent Post